SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta — Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD) kaget saat ditanya soal penyerangan terhadap aktivis Indonesia Coruption Watch (ICW). Namun BHD siap memberi keterangan.

“Waduh, saya belum cek. Nanti saya cek lagi, nanti kalau sudah keluar saya jelaskan,” kata BHD sesaat sebelum menghadiri rapat paripurna di Kantor Presiden, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (8/7).

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

BHD mengatakan, hubungan Polri dengan ICW dan Tempo bisa terbilang teman baik. Polri juga tidak mempersoalkan tulisan mengenai rekening gendut jenderal yang ditulis majalah Tempo.

“Apa yang dikritik Tempo dan ICW kita terima sebagai bahan refleksi kita. Nanti kita dalami,” katanya.

Berbagai kalangan mendesak polisi mengusut tuntas pelaku penyerangan terhadap aktivis ICW Taman S Langkun. Demikian juga dengan peristiwa pengeboman motolov kantor Tempo yang belum terpecahkan.

Di lain pihak, penyerangan yang terjadi pada aktivis ICW, Tama Satrya Langkun, dinilai tidak akan menggoyahkan semangat aktivis lainnya dalam membela kebenaran. Para aktivis juga semakin kuat solidaritasnya .

“Ancaman ini salah. Makin ada ancaman, aktivis makin berani dan solidaritasnya semakin kuat,” ujar pengacara publik LBH Al Gifari di kantornya usai jumpa pers di LBH, Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (8/7).

Menurut pria berusia 24 tahun itu, LBH tidak takut akan mendapatkan perlakuan sama seperti aktivis ICW. Menurutnya, tidak akan kata berhenti untuk memperjuangakan kepentingan rakyat.

“Yang kami takutkan orang-orang yang belum jadi aktivis, mendengar penyerangan ini, lalu menjadi bungkam. Setiap orang bisa menjadi aktivis atas penyimpangan yang dia ketahui,” kata pria yang sudah dua tahun bergabung di LBH ini.

Al Gifari juga menilai, penyerangan yang diterima Tama menunjukkan resistensi sebuah kekuasaan yang tidak mau dikritik.

“Kalau di luar negeri ada aturan khusus untuk perlindungan aktivis, ini diatur oleh PBB. Sedangkan di Indonesia belum,” tegasnya.

Al Gifari mengaku, pihaknya tidak pernah diteror. Namun pihaknya kerap berhadapan dengan preman. Namun dia mengaku sudah biasa menghadapi hal seperti itu.

“11 Juni kita hadap-hadapan dengan preman di Ciracas. Ada penggusuran dan preman yang jaga. Tapi itu sudah biasa,” tutupnya.

dtc/tya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya