Kabu asap akibat kebakaran hutan membuat aktivis mendesak pemerintah mereview izin sejumlah perusahaan.
Solopos.com, JAKARTA — Sejumlah izin milik perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri dinilai layak untuk dikaji ulang terkait kebakaran lahan dan hutan yang menyebabkan kabut asap di Kalimantan, Sumatera, hingga Sulawesi dan Papua.
Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik
Seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kepala Departemen Advokasi Walhi, Nur Hidayati, mengatakan selama 10 tahun terakhir, pemerintah mengobral izin sektor perkebunan dan kehutanan. Bahkan izin juga dikeluarkan untuk alih fungsi kawan hutan, termasuk di areal lahan gambut.
Menurutnya, audit kepatuhan pemegang izin usaha kehutanan dan perkebunan sangat penting untuk memastikan mana perusahaan yang melanggar aturan dan mana yang tidak alias clean and clear. “Perlu juga review perusahaan dan grupnya yang mengakibatkana asap, jadi pemerintah harus menerapkan prinsip absolute liability< ," tuturnya di Kantor Presiden, Jumat (23/10/2015).
Aktivis lingkungan ini menuturkan prinsip absolute liability yang diatur dalam UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa ketika di suatu wilayah terjadi kebakaran lahan, pemerintah dapat mengajukan gugatan ganti rugi dan dimungkinkan untuk menggelar review perizinan.
Berdasarkan pengamatan Walhi, sejumlah perusahaan yang layak untuk di-review izinnya, antara lain Grup Wilmar, Grup Sinarmas, Raja Garuda Mas, PT Perkebunan Nusantara, First Resources Ltd., Sampoerna Agro, Sime Darby Plantation, dan Cargill Indonesia.
“Sudah saya kasih ke presiden datanya. Jumlahnya ratusan perusahaan, baik subsidiary atau perusahaan yang supply yang berkontribusi menyebabkan kebakaran dan kabut asap,” pungkasnya.