SOLOPOS.COM - Ilustrasi online scams. (Image by pressfoto on Freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyebut Indonesia mengusung isu pemberantasan perdagangan manusia, utamanya online scams yang menyasar kalangan terpelajar dan muda, pada KTT ASEAN 2023.

Presiden menegaskan bahwa kejahatan perdagangan manusia harus diberantas tuntas dari hulu ke hilir, dalam konferensi pers keterangan Presiden tentang persiapan akhir KTT ASEAN 2023, yang disiarkan langsung dalam Breaking News KompasTV, Senin (8/5/2023) pukul 13.15 WIB.

Promosi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Kuliner Rekomendasi bagi Pemudik di Pekalongan

“Indonesia mengusung isu yang dibahas dalam KTT adalah pemberantasan perdagangan manusia, utamanya online scams,” kata Jokowi.

Kepala Negara melanjutkan baru-baru ini pemerintah menyelamatkan 20 WNI korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dari Myanmar. 

Penyelamatan tersebut, sambungnya, tidak mudah karena lokasi penyekapan WNI berada di wilayah konflik. 

Kemudian, sambung Presiden, pada 5 Mei 2023 lalu, otoritas Filiphine dan perwakilan negara lainnya, termasuk Indonesia, berhasil menyelamatkan 1.048 orang dari 10 negara, di mana 143 di antaranya dari Indonesia.

“Saya tegaskan bahwa kejahatan perdagangan manusia harus diberantas tuntas dari hulu sampai hulur,  sekali lagi, harus diberantas tuntas sehingga dalam KTT nanti, akan diadopsi dokumen kerja sama penanggulangan TPPO akibat penyalahgunaan teknologi,” beber Jokowi.

Sementara, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Judha Nugraha menjelaskan kronologi modus online scams yang terjadi di negara-negara ASEAN.

Dia mengatakan bahwa online scams menyasar ke golongan berbeda yaitu ke kelompok milenial dan berpendidikan. 

“Kalau online scams, mereka menyasar ke golongan berbeda, yakni kelompok milenial dan mereka educated,” katanya, kepada wartawan, pada Jumat (5/5/2023), mengutip Bisnis.com.

Judha menjelaskan bahwa modus online scams dilakukan kepada mereka yang memiliki background yang baik bahkan lulusan sarjana.

“Punya background IT yang baik, bahkan ada lulusan S1 jadi educated kelompok muda. Punya background IT karena memang mereka melakukan scamming,” lanjutnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa yang selama ini terjadi yaitu ditawarkan untuk bekerja sebagai customer service dengan gaji US$1000-1200 atau Rp18 juta saat tiba di negara tujuan.

“Mereka ditawarkan bekerja sebagai CS dengan gaji US$1000-US$1.200 begitu tiba ke negara tujuan, mereka diberikan komputer diajari bagaimana melakukan scamming,” tambahnya.

Selain itu, Judha menjelaskan bahwa kemudian akan diminta untuk membuat akun palsu lalu melakukan profiling kepada target korbannya.

“Mereka diminta untuk membuat akun palsu, bisa dimana-mana, kemudian mereka diminta untuk melakukan profiling kepada target korbannya. Orang Indonesia yang sudah di Indonesia, mereka akan liat profiling korban mulai dari akun sosmed misalkan yang bersangkutan punya mobil bagus dan sebagainya,” ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa akun palsu tersebut kebanyakan menggunakan akun wanita, karena menarik perhatian dengan wajah.

“Kemudian didekati dengan akun palsu kebanyakan menggunakan akun wanita. Dengan wajah yang menarik setelah dekat baru dilakuan scamming,” katanya.

Selanjutnya, dia menjelaskan bahwa modus online scams yang selama ini terjadi bisa bermacam-macam, bisa melalui investasi bodong atau melalui belanja online.

“Modusnya macam-macam bisa melalui investasi bodong atau melalui belanja online sebagai contoh belanja satu juga dapat cashback Rp200 ribu,” lanjutnya. 

Adapun dia menjelaskan bahwa yang banyak terjadi adalah gaji belum dikirimkan, tetapi sudah ditawari kenaikan gaji hingga ratusan juta, lalu kemudian hilang kontak.

“Belum dikirim, sudah ditawari lagi naikin lagi Rp10 juta nanti dapat cashback Rp2 juta dikirim dapat uang terus naik sampai puluhan hingga ratusan juta. Begitu sampai ratusan juta akunnya langsung diputus kemudian hilangnya kontaknya,” ujarnya.

Dia mengatakan bahwa kelompok yang terkena online scams dan berangkat ke luar negeri memang mayoritas muda, aktif media sosial dan memiliki pengetahuan teknologi.

“Tentu mereka harus punya background IT itulah mengapa yang berangkat mayoritas kelompok muda yang memang aktif ke sosmed dan melek IT,” katanya. 



 

Sebagian artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Modus Online Scams di Asean Sasar Kelompok Milenial dan Melek IT”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya