SOLOPOS.COM - Joko Widodo alias Jokowi (JIBI/Bisnis/Dwi Prasetya)

Solopos.com, JAKARTA – Jokowi Capres telah diusung PDIP, namun teka-teki pendamping Jokowi belum juga terjawab. Siapa cawapres Jokowi?

Sejumlah nama sebelumnya muncul akan menjadi cawapres Jokowi. Ada Jusuf Kalla (JK), Mahfud MD, Ryamizard dan belakangan muncul Akbar Tanjung.

Promosi Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Beri Bantuan bagi Warga Terdampak di Demak

Seperti yang ramai diberitakan nama Jusuf Kalla (JK), Moh. Mahfud MD, atau Ryamizard Ryacudu, purnawirawan jenderal bintang empat yang mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Menjelang detik-detik pengumuman cawapres Jokowi, nama Akbar Tanjung juga muncul.

Pengamat politik dari LIPI Prof Siti Zuhro berpendapat, Akbar Tandjung berpeluang menjadi cawapres mendampingi capres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Joko Widodo.

“Dari empat nama yang disebut Tjahyo, dua nama mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla, menurut saya yang akan bersaing kuat. Tapi, dari rekam jejak dan pengaruh basis dukungan, Akbar lebih unggul ketimbang JK,” ujar Siti Zuhro ketika ditanya soal pendamping Joko Widodo (Jokowi) seperti diungkapkan Sekjen PDIP Tjahyo Kumolo, Sabtu (26/7/2014).

Pernyataan Tjahyo Kumolo mengenai adanya tiga skenario cawapres pendamping Jokowi makin memperjelas peta figur cawapres yang akan dipilih Ketua Umum Megawati dan Jokowi, yaitu Jusuf Kalla (JK) Ryamizard Ryacudu, Mahfud MD serta Akbar Tandjung.

Tjahjo di kediaman Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat mengungkapkan dari sejumlah nama yang masuk sebagai bakal cawapres, semuanya dibagi menjadi masing-masing dua skenario.

Skenario Cawapres

Pada skenario pertama, ada nama mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu. Untuk skenario kedua, ada nama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dan politisi senior Partai Golkar, Akbar Tandjung.

Namun Tjahjo tidak menyebutkan tentang skenario ketiga. Ia mengatakan bahwa figurnya dapat berasal dari kalangan sipil dan militer atau kalangan internal. “Yang penting mencari dengan cermat, tidak asal comot,” ujarnya.

Siti menjelaskan, PDIP sangat berkepentingan memilih cawapres pendamping Jokowi adalah figur yang bukan saja memiliki elektabilitas dan dukungan logistik untuk memuluskan kemenangan dalam pilres Juli mendatang. Tetapi juga bagaimana pemerintahan yang dibentuk nanti efektif.

“Dalam memilih beberapa nama cawapres yang sudah diungkap itu, dua nama punya kans besar, yakni Akbar dan JK,” katanya.

Nama JK sangat populer dan sempat disebut yang paling mungkin. Tapi JK, kata Siti, punya kelemahan pada basis dukungan Golkar yang kurang kuat.

Sementara itu, pesaing JK, Akbar Tandjung yang secara resmi baru disebut oleh elit PDIP ini, memiliki hubungan yang dekat dengan Megawati. Kekuatan Akbar ada pada ketokohan, basis dukungan Golkar, ditambah jaringan HMI, kelompok Cipayung dan umat Islam.

Menurut dia, akar rumput Akbar sangat kuat. “Jika Akbar yang dipilih, Jokowi dan PDIP tidak akan kekurangan logistik. Donatur yang akan membantu pasangan Jokowi-Akbar pasti akan besar,” katanya.

Perihal Mahfud, Siti menyatakan apresiasinya karena ketokohan dan kredibilitas Mahfud dalam bidang hukum juga kuat. Tetapi sayangnya, dukungan dari PKB yang akan merepotkan PDIP dan Jokowi karena Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar terus bermanuver dan belum menentukan calon PKB.

Jadi, kata Siti, Akbar dan JK kini bersiang merebut simpati dan dukungan untuk mendampingi Jokowi.

Versi Wasekjen PDIP

Wakil Sekjen DPP PDIP Ahmad Basarah membocorkan waktu pengumuman cawapres pendamping Jokowi itu, yang akan diinformasikan pada hari Jumat sebagaimana yang telah dilakukan sewaktu pengumuman pencapresan Jokowi, pada Jumat, 14 Maret 2014.

Alasan diambilnya hari Jumat (25/4/2014) lantaran memiliki nilai historis sebagaimana Proklamator Sukarno sebagai sosok terkait dengan PDIP mengumumkan proklamasinya pada Jumat.

Ahmad mengungkapkan filosofi hari Jumat merupakan sebuah hari suci bagi partai. PDIP sejauh ini menegaskan belum memutuskan siapa cawapres pendamping Jokowi seiring beredarnya desas-desus di masyarakat yang mengerucut pada sosok mantan Wapres Jusuf Kalla.

“Siapapun yang mengumumkan bahwa cawapres pendamping Jokowi adalah si ini atau si itu, maka informasi tersebut belum benar adanya,” kata Ahmad Basarah pada diskusi di Jakarta, Kamis (24/4/2014).

Dia mengatakan yang memiliki wewenang mengumumkan cawapres Jokowi adalah Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri dan para elit partai. Dia mengimbau kepada seluruh kader partai atau masyarakat untuk tidak mempercayai informasi yang belum jelas dan terkonfirmasi.

Versi Sekjen PDIP

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Tjahjo Kumolo, menegaskan hingga saat ini belum ada penetapan bakal calon wakil presiden untuk mendampingi Joko Widodo sebagaimana yang diberitakan.

Bagi PDI Perjuangan, capres dan cawapres merupakan satu kesatuan kepemimpinan nasional. Kepemimpinan nasional yang diusung merupakan kepemimpinan Trisakti yang memiliki komitmen besar terhadap Pancasila, UUD 1945, Kebhinekaan Indonesia dan NKRI serta mendedikasikan hidupnya untuk rakyat.

“Atas dasar hal tersebut, maka terkait dengan pemberitaan yang menyatakan bahwa cawapres Pak Jokowi sudah ditetapkan sama sekali tidak benar. Cawapres Pak Jokowi akan disampaikan pada momentum yang tepat dan diumumkan ke rakyat secara langsung oleh Ibu Megawati, Pak Jokowi dan didampingi oleh Ketua Umum Partai pengusung,” kata Tjahjo di Jakarta, Kamis (24/4/2014).

Tjahjo menambahkan persoalan cawapres yang mendampingi Joko Widodo merupakan persoalan yang penting dan strategis serta sangat menentukan masa depan bangsa dan negara Indonesia.

“Karena itulah penetapan cawapres dilakukan dengan cara seksama dan melalui pertimbangan yang mendalam,” kata anggota Komisi I DPR RI itu.

“PDI Perjuangan terus mempersiapkan diri memasuki tahapan pemilu presiden dengan mempersiapkan Tim Kampanye, strategi pemenangan dan penggalangan kekuatan rakyat yang menyatakan diri dengan kepemimpinan Pak Jokowi,” ujarnya.

Selain itu, proses penetapan pasangan bakal capres dan cawapres PDIP dilakukan berdasarkan ketentuan UU No 42/2008 tentang Pilpres.

Dalam UU 42/2008 dikatakan, pasangan bakal capres diusung oleh partai politik atau gabungan parpol yang memenuhi ketentuan suara sekurang-kurangnya 20 persen kursi atau 25 persen suara di DPR RI.

“Hingga saat ini proses rekapitulasi penghitungan suara masih berjalan. Sehingga terlalu dini sekiranya pasangan bakal capres dan cawapres tersebut dideklarasikan,” kata Tjahjo.



Suara Partai Golkar

Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar tak mempermasalahkan diliriknya nama Jusuf Kalla yang disebut-sebut akan mendampingi Jokowi sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden periode mendatang.

“Tidak ada masalah meski nama Jusuf Kalla disebut-sebut, atau bahkan jika nantinya ditunjuk mendampingi Jokowi,” ujar Ketua DPP Bidang Pemenangan Pemilu Jawa III Partai Golkar, Zainudin Amali, kepada wartawan di Surabaya, Jumat (25/4/2014).

Selain nama Jusuf Kalla, nama Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tanjung juga dikabarkan siap menjadi calon wakil presiden. Pihaknya mengakui telah mendengar kabar tersebut, namun tidak berani memastikannya.

“Jangan berandai-andai terlebih dahulu. Semua masih sekedar wacana dan belum ada yang dipastikan karena proses Pemilu Legislatif belum sepenuhnya tuntas,” kata dia.

Kendati demikian, Ketua DPD Partai Golkar Jatim itu mengaku bangga dan mengapresiasi jika nama-nama kader partainya dilirik sebagai calon pemimpin nasional.

Hal tersebut, lanjut dia, menunjukkan kader-kader Golkar merupakan tokoh potensial dan dibutuhkan bangsa ini.

Namun, bagaimana jika nantinya Jusuf Kalla atau Akbar Tanjung benar-benar maju bursa calon presiden atau wakil presiden dari partai selain Golkar, Zainudin Amali mengaku bukan menjadi permasalahan asalkan dilakukan sesuai mekanisme berlaku.

“Aturannya, jika dia masih menjabat dalam struktural partai maka harus melepaskan dan tidak membawa nama partai. Sedangkan untuk kader non-struktural cukup memberitahukannya ke pimpinan pusat, khususnya ke Ketua Umum DPP,” kata dia.



Fenomena diliriknya kader Golkar sebagai calon pemimpin, memang kerap terjadi di partai berlambang pohon beringin tersebut. Semisal pada Pemilu Presiden 2004-2009, nama Jusuf Kalla ditunjuk menjadi cawapres bukan dari Golkar.

Ketika disinggung tentang suara massa di tingkat akar rumput jika ada kader Golkar maju dari partai lain, pihaknya mengaku tetap solid. Ia yakin kader partainya menaati aturan partai dengan mendukung dan memenangkan calon presiden sendiri.

“Kami yakin tetap solid karena kader sudah mengerti siapa yang diusung,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI tersebut.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya