SOLOPOS.COM - Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menjawab pertanyaan wartawan saat jumpa pers selepas dia menyampaikan pidato politiknya di Jakarta, Jumat (14/7/2023). (ANTARA/Genta Tenri Mawangi)

Solopos.com, JAKARTA — Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyatakan partainya siap mengevaluasi beberapa produk hukum jika kembali ke pemerintahan pasca-Pilpres 2024. Evaluasi akan dilakukan terhadap produk hukum yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Partai Demokrat. Produk hukum itu di antaranya UU Cipta Kerja dan UU Kesehatan.

“Kalau kemudian nanti kami punya kesempatan sejarah untuk kembali ke pemerintahan nasional, tentu kami segera evaluasi mana-mana yang perlu segera direvisi,” kata AHY dalam pidato politiknya di Jakarta, Jumat (14/7/2023).

Promosi Aset Kelolaan Wealth Management BRI Tumbuh 21% pada Kuartal I 2024

Putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini memastikan evaluasi itu bukan sikap yang tanpa alasan. Partai Demokrat akan mempertahankan produk hukum yang memang berdampak baik untuk kehidupan masyarakat dan tidak bertentangan dengan nilai-nilainya.

“Kalau yang bagus, oke, relevan, adil, lanjutkan! Tetapi, begitu enggak bener, enggak make sense [masuk akal] kita revisi. Itu semangat kami,” kata AHY.

Dalam pidatonya itu, ia menyinggung penolakan Partai Demokrat terhadap Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Kesehatan. Partai Demokrat menilai kedua undang-undang itu bertentangan dengan nilai-nilai yang diperjuangkannya.

UU Cipta Kerja telah diputuskan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK). AHY juga menyayangkan aturan belanja wajib (mandatory spending) sebesar 5 persen dari APBN yang dihapus dalam UU Kesehatan. Ketentuan itu sebelumnya diatur dalam Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

“Demokrat berpendapat, agar anggaran wajib sebesar minimal 5 persen dari APBN yang dihapus di UU Kesehatan, seharusnya dipertahankan. Saya ulangi, harusnya tetap dipertahankan!” tegas AHY.

Terkait belanja wajib itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sudah menjelaskan keputusan menghapus ketentuan itu dalam Undang-undang Kesehatan didasari fakta manfaat kesehatan. Tidak ditentukan oleh besaran nominal uang yang dikeluarkan.

“Besarnya spending [pengeluaran[ tidak menentukan kualitas dari outcome [manfaat]. Tidak ada data yang membuktikan semakin besar spending, derajat kesehatannya makin baik,” kata Menteri Budi.

Terlepas dari penjelasan itu, ada dua fraksi di DPR yang menolak UU Kesehatan, yaitu PKS dan Partai Demokrat.

Sumber: Antara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya