SOLOPOS.COM - KRI Tjiptadi-381 TNI AL mengusir kapal Coast Guard China di Natuna Utara, belum lama ini. (Antara)

Solopos.com, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia diminta melakukan tindakan lebih tegas apabila China masih ngotot menyatakan memiliki hak di Natuna, Kepulauan Riau. Hal itu bisa dilakukan melalui kebijakan ekonomi.

Negeri Tirai Bambu itu sebenarnya merupakan salah satu negara yang menandatangani perjanjian dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut (The United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS). UNCLOS mengatur tiga batas maritim di antaranya laut teritorial, landas kontinen, dan zona ekonomi eksklusif (ZEE).

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

ZEE dikategorikan sebagai kawasan yang berjarak 200 mil dari pulau terluar. Di kawasan ZEE ini, Indonesia berhak untuk memanfaatkan segala potensi sumber daya alam yang ada, termasuk Natuna.

Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan apabila China masih mengabaikan nota protes atas Laut Natuna, Pemerintah Indonesia harus melakukan aksi diplomatik yang lebih keras.

KRI Tjiptadi-381 TNI AL Usir Kapal Penjaga Pantai China di Natuna

Hal itu, menurut dia, bisa dilakukan seperti mengevaluasi perjanjian-perjanjian bilateral termasuk menolak latihan militer bersama dan pengetatan atau pengurangan volume impor.

"RI tidak perlu takut, karena investasi mereka pun masih jauh dari yang dijanjikan," ujarnya kepada Bisnis pada Kamis (2/1/2020).

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2019 mencatat China masih menjadi negara asal impor terbesar bagi Indonesia dengan peran sebesar 29,08% atau US$67,2 miliar (Januari-Juli 2019).

Total nilai impor nonmigas dari tiga belas negara selama Juli 2019 sebesar US$11,06 miliar atau naik US$3,14 miliar (39,66%) dibandingkan dengan Juni 2019. Kondisi tersebut disebabkan oleh naiknya nilai impor beberapa negara utama seperti China US$1,5 miliar (57,68%), Jepang US$251,4 juta (21,08%), dan Italia US$231,3 juta (247,64%).

Kapal China Terobos Natuna, Mahfud MD: Kan Menlu Sudah Protes

Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, impor Januari–Juli 2019 dari 13 negara utama turun 7,72% (US$5,62 miliar). Penurunan ini terutama disumbang oleh Jepang US$1,36 miliar (12,99%), Thailand US$871,7 juta (13,76%), dan Singapura US$854,5 juta (14,81%).

Dari sisi peranan terhadap total impor nonmigas Januari–Juli 2019, sumbangan tertinggi diberikan oleh kelompok negara ASEAN sebesar 19,48% (US$16,57 miliar), diikuti oleh Uni Eropa 8,47% (US$7,2 miliar).

Sementara itu, 13 negara utama memberikan peranan 79,02% (US$67,2 miliar). Sedangkan China masih menjadi negara asal impor terbesar dengan peran 29,08% (US$24,73 miliar).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya