SOLOPOS.COM - Nasi tumpeng merupakan salah satu kuliner untuk 17 Agustus. (Ilustrasi/Freepik.com)

Solopos.com, SOLO — Meskipun tanggal 17 Agustus telah lewat, namun euforia peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia masih terasa sampai sekarang. Hingga akhir pekan kemarin, berbagai lomba masih diadakan untuk memperingati usia kemerdekaan Indonesia yang telah memasuki usia 78 tahun ini.

Salah satu perlombaan yang tidak pernah absen di berbagai daerah untuk memeriahkan Agustusan adalah lomba menghias tumpeng. Tumpeng memang merupakan kuliner khas Indonesia yang menjadi primadona di bulan kemerdekaan.

Promosi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Kuliner Rekomendasi bagi Pemudik di Pekalongan

Kehadiran tumpeng hampir tidak pernah terlewatkan di berbagai perayaan atau peringatan penting yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

Sajian tumpeng terdiri atas nasi yang dibentuk kerucut seperti gunung dengan aneka lauk yang ditata rapi di sekelilingnya. Biasanya, tumpeng dibuat dengan ukuran besar dan disajikan di atas tampah yang terbuat dari anyaman bambu.

Terdapat dua jenis tumpeng yang paling dikenal dan digemari oleh masyarakat. Pertama, olahan nasi putih yang dibentuk kerucut dan dihidangkan dengan sayur urap berserta aneka lauk pauk seperti telur dan ikan asin.

Kedua, olahan nasi kuning berbentuk kerucut yang disajikan dengan beragam lauk, seperti serundeng, terik daging, dan lain sebagainya.

Namun tahukah Anda? Bagaimana sejarah keberadaan tumpeng di Indonesia? Dilansir oleh karya tulis Oda I.B. Hariyanto yang berjudul Pergeseran Makna Sakral dan Fungsi Tumpeng di Era Globalisasi, Jumat (18/8/2023), secara etimologi nama tumpeng diambil dari sebuah akronim Jawa yang berbunyi yen metu kudu mempeng yang berarti jika keluar, maka harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Konon, tumpeng sudah ada sejak sebelum adanya agama yang masuk ke Nusantara. Tumpeng digunakan oleh masyarakat zaman dahulu sebagai sesaji untuk memuliakan gunung.

Di masa itu, masyarakat percaya bahwa gunung merupakan tempat bersemayamnya para arwah nenek moyang (Hyang). Kehidupan masyarakat di masa itu masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Mereka percaya tentang kehadiran Dewa sebagai penguasa alam semesta.

Ketika agama Hindu mulai masuk, tumpeng diasosiasikan dengan puncak gunung tertinggi di pulau Jawa, Gunung Semeru yang disebut Mahameru, sebagai tempat yang suci sekaligus tempat para Dewa mengendalikan alam semesta.

Karena itulah dahulu tumpeng tak sekadar menjadi sebuah sajian biasa. Tumpeng menjadi salah satu sajian yang dianggap penting, sakral, dan tak boleh sembarangan dimakan oleh siapa saja.

Tumpeng menjadi khasanah kuliner Indonesia yang syarat akan makna. Jika sebelumnya tumpeng dimaknai sebagai sarana menghormati pada Dewa, seiring dengan masuknya berbagai kepercayaan ke Nusantara, bentuk kerucut tumpeng mulai dikaitkan sebagai simbol agama.

Hingga muncul akronim lain dari tumpeng yakni tumapaking panguripan tumindak lempeng tumuju Pangeran, yang memiliki makna bahwa seluruh pemikiran dan tindakan haruslah ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Zaman yang semakin bergeser tak lagi membuat tumpeng hanya dijadikan sebagai sesaji. Sejalan dengan berkembangan ilmu agama, tumpeng digunakan sebagai simbol dan sarana menyampaikan rasa syukur.

Ujung paling atas dari bagian tumpeng biasanya dipotong dan diberikan kepada orang yang paling tua. Selanjutnya, tumpeng yang dianggap sebagai berkat akan dibagikan dan dimakan bersama-sama.

Di zaman modern, makna keberadaan tumpeng telah banyak mengalami pergeseran. Bukan lagi sebuah hidangan sakral, tumpeng telah menjadi penganan yang disajikan tanpa harus menunggu momen khusus.

Hingga saat ini, jenis tumpeng pun sangat beragam. Lauk-pauk yang digunakan pun semakin menyesuaikan selera masyarakat. Selain itu, tumpeng kini tidak melulu tentang olahan nasi dan lauk, bermacam sajian seperti ketan, getuk, hingga jajanan pasar lainnya juga sering disajikan dengan bentuk tumpeng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya