SOLOPOS.COM - Sejumlah orang tua/wali murid berfoto bersama seusai menghadiri sidang pembacaan amar putusan pengujian pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (8/1/2013). Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Sisdiknas yang mengatur penyelenggaraan satuan pendidikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI) bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (JIBI/SOLOPOS/Antara/Widodo S)

Sejumlah orang tua/wali murid berfoto bersama seusai menghadiri sidang pembacaan amar putusan pengujian pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (8/1/2013). Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Sisdiknas yang mengatur penyelenggaraan satuan pendidikan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI) bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (JIBI/SOLOPOS/Antara/Widodo S)

SOLO—Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang berada di sekolah-sekolah pemerintah, Selasa (8/1/2013) sore. Keputusan ini menjadi babak akhir dari kontroversi keberadaan RSBI.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

MK memutuskan RSBI bertentangan dengan UUD 1945 dan dinilai sebagai bentuk liberalisasi pendidikan.

“Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Mahfud MD dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (8/1/2013).

Dalam pertimbangannya, MK berpendapat sekolah bertaraf internasional di sekolah pemerintah itu bertentangan dengan UUD 1945. MK juga menilai RSBI menimbulkan dualisme pendidikan.

“Ini merupakan bentuk baru liberalisasi dan berpotensi menghilangkan jati diri bangsa dan diskriminasi dengan adanya biaya yang mahal,” tandas MK.

Seperti diketahui, para orang tua murid dan aktivis pendidikan menguji pasal 50 ayat (3) UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang berbunyi “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.

Hal itu karena tidak semua masyarakat bisa mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI itu lantaran mahal.

Sebelumnya, berdasarkan rilis yang diterima Solopos.com, Minggu (6/1), para pemohon dalam Tim Advokasi Anti Komersialisasi Pendidikan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), menyatakan keberadaan RSBI/SBI yang mendasarkan seleksi pada intelektual dan keuangan calon peserta didik, adalah bentuk tindakan penggolongan atau pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan status sosial dan status ekonomi.

Sehingga keberadaan RSBI/SBI merupakan bentuk kebijakan diskriminatif dari Negara yang dilegalkan melalui Undang-undang.

Kebijakan diskriminatif tersebut selanjutnya dilakukan Kemendiknas dengan menggelontorkan dana dalam jumlah yang signifikan kepada sekolah-sekolah yang sesungguhnya sejak awal memang sekolah unggulan, ketimbang mengalokasikan dana secara khusus ke sekolah-sekolah terbelakang.

Nah, bagaiama pendapat Anda?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya