Harianjogja.com, JOGJA- Sri Sultan Hamengku Buwono X menyayangkan tidak netralnya media massa pada Pemilu Presiden, sehingga membuat masyarakat terbelah.
“Liat TV satu calonnya dibenarkan, liat TV lainnya calonnya disalahkan. Ini kan memihak,” ujar Gubernur DIY itu Komplek Kepatihan, Kamis(3/7/2014).
Promosi Jangkau Level Grassroot, Pembiayaan Makro & Ultra Mikro BRI Capai Rp622,6 T
Pada Rabu(2/7/2014) malam, puluhan massa PDIP mengepung, mencoret- coret, bahkan menyegel Kantor Biro TV One Jogja, Komplek Perumahan Regency, Umbulharjo, Jogja.
Aksi itu dilakukan lantaran tidak terima atas pemberitaan TV One yang menyebutkan PDIP memiliki hubungan erat dengan partai komunis.
“Saya kira tidak perlulah kekerasan seperti itu. Sebetulnya sekarang ini tidak ada Metro atapun TV One, yang ada Jokowi TV dan Prabowo TV. Makanya, pers tetap netral tidak memihak,” katanya.
Menurut Sultan, keberpihakan media pada masing- masing capres membuat peluang terjadinya black campaign (kampanye hitam). Ia berpandangan, netralitas media sangatlah penting di tengah persaingan ketat head to head antar dua capres, apalagi mendekati pencoblosan tim suskes dan masyarakat semakin sensitif.
Pemberitaan yang menyudutkan, menurutnya, justru membuat masyarakat tidak puas sehingga memicu terjadinya tindakan kekerasan. Di sisi lain, masyarakat yang belum menentukan pilihan juga tidak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya.
“Kalau pers seperti ini kan memaksa pilihan masyarakat. Katanya pers itu independen kok memihak,” ujarnya.