SOLOPOS.COM - Presiden Joko Widodo (kanan) bersama Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin (kiri) dan Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin saat acara peletakkan batu pertama proyek pembangunan Menara MUI di Bambu Apus, Jakarta, Kamis (26/7/2018). (Antara-Puspa Perwitasari)

Solopos.com, JAKARTA — Pro-kontra mengiringi pelaporan Muhammad Sirajuddin Syamsuddin ke Komisi Aparatur S ipil Negara bahwa bahwa dirinya adalah seorang radikal. Pengadu Din Syamsuddin ke KASN itu adalah Gerakan Antiradikalisme Alumni Institut Teknologi Bandung alias GAR ITB.

Tempo.co telah mengonfirmasi hal itu kepada perwakilan GAR ITB. Namun, Perwakilan GAR ITB Shinta Madesari Hudiarto enggan menanggapi berbagai pembelaan terhadap Din Syamsuddin yang dilaporkan ke KASN terkait radikalisme.

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

Shinta menduga para pihak yang membela Din belum membaca dengan cermat laporan GAR ITB kepada KASN. "GAR tidak akan menanggapi apa-apa, hla wong Bapak-bapak itu mungkin juga belum pernah baca laporannya. Baca dululah dengan cermat, baru komen," kata Shinta ketika dihubungi Tempo sebagaimana dikutip Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Sabtu (13/2/2021).

Baca Juga: Akhirnya, Dayana Jadi Trending Topic Twitter Juga

Shinta mengatakan GAR ITB melaporkan Din Syamsuddin ke KASN dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada 28 Oktober 2020. Dalam salinan surat kepada kedua kepala lembaga tersebut, GAR ITB menilai Din telah melakukan pelanggaran substansial atas norma dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN, dan/atau pelanggaran disiplin PNS.

Din dinilai bersikap konfrontatif terhadap lembaga negara dan keputusannya. Ini merujuk pada pernyataan Din yang dianggap melontarkan tuduhan tentang adanya ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses peradilan di Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres 2019.

Din juga dianggap mendiskreditkan dan menstimulasi perlawanan terhadap pemerintah yang berisiko memicu disintegrasi bangsa. Buktinya, menurut GAR ITB, adalah pernyataan Din dalam webinar "Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19" yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute (KJI) pada 1 Juni 2020.

Baca Juga: 7 Tanaman Ini Kata Fengsui Bawa Hoki & Kekayaan

Dalam webinar itu, Din dianggap memiliki prasangka buruk terhadap pemerintah, menuduh pemerintah otoriter, represif, serta anti terhadap kebebasan berpendapat, menuduh pimpinan negara telah membangun sistem kediktatoran konstitusional, menuduh pemerintah melanggar konstitusi serta menjalankan roda pemerintahan secara menyimpang, dan menuduh pemerintah telah melakukan pembiaran terhadap berkembangnya paham komunisme.

Pimpin KAMI

Kiprah Din dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) juga turut dipersoalkan. KAMI dinilai sebagai cerminan oposisi pemerintah. Din dianggap melanggar sumpah dan kewajibannya sebagai ASN untuk selalu setia dan taat sepenuhnya kepada pemerintahan yang sah dengan menjadi pemimpin dan bergabung dalam organisasi ini.

Selain itu, GAR ITB menilai Din melontarkan fitnah dan mengeksploitasi sentimen agama saat merespons kejadian penganiayaan fisik yang dialami ulama Syekh Ali Jaber. Padahal, tulis GAR ITB, kejadian itu merupakan kasus pidana umum. "GAR ITB melihat adanya nuansa licik dalam cara terlapor mendramatisasi kasus kriminal tersebut."

Baca Juga: 9 Bulan Diadopsi, Anak Balita Disiksa Hingga Tewas

Menurut GAR ITB, Din telah melanggar UU No. 5/2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah No. 11/2017 tentang Manajemen PNS, Peraturan Pemerintah No. 53/2010 tentang Disiplin PNS, dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 21/2020 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 53/2010 tentang Disiplin PNS. "Terlapor telah melakukan berbagai tindak pelanggaran disiplin PNS, yang berdampak negatif pada pemerintah dan NKRI," begitu tertulis dalam surat.

Maka dari itu, GAR ITB menilai Din layak dijatuhi hukuman disiplin paling berat. Merujuk PP Nomor 53 Tahun 2010, hukuman disiplin berat meliputi penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun; pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; pembebasan dari jabatan; pemberhentian dengan tidak hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Shinta mengatakan, pada 24 November 2020 KASN telah melimpahkan kasus tersebut kepada Satuan Tugas Radikalisme SKB 11 Menteri. Pada 19 Januari 2021, GAR ITB menanyakan kepada Satgas ihwal perkembangan penanganan kasus itu. Lalu pada 28 Januari 2021, GAR ITB mengirim surat kepada KASN dan meminta ada keputusan terkait aspek disiplin PNS terhadap Din Syamsuddin kendati kasusnya sudah dilimpahkan kepada Satgas. Surat terakhir inilah yang kemudian ramai diperbincangkan hingga sejumlah pihak menyatakan pembelaan terhadap Din.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya