SOLOPOS.COM - Ferdy Sambo berdiri mendengarkan vonis yang dijatuhkan majelis hakim di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). (Tangkapan layar Youtube).

Solopos.com, SOLO–Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memvonis Ferdy Sambo dengan pidana mati atas kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya sendiri, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Vonis dijatuhkan pada Senin (13/2/2023) kemarin.

Tindak pidana pembunuhan berencana seperti yang diperbuat mantan Kadiv Propam itu adalah salah satu tindak pidana yang ancaman maksimal hukumannya hukuman mati.

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

Selain pembunuhan berencana, dalam hukum pidana nasional yang merujuk pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yakni pada UU No. 1964, terdapat sejumlah tindak pidana yang diancam hukuman mati.

Sebagai informasi, KUHP tersebut hingga kini masih berlaku meski saat ini UU No. 1/2023 tentang KUHP yang baru sudah disahkan. Namun, KUHP tersebut baru berlaku pada 2025 mendatang.

Dikutip dari Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung berjudul Penerapan Pidana Mati dalam Hukum Pidana Nasional dan Perlindungan Hak Asasi Manusia yang ditulis Nandang Sambas, terdapat sembilan tindak pidana yang bisa dijatuhi hukuman mati, termasuk di dalamnya pembunuhan berencana.

Ada pula ancaman hukuman mati di luar KUHP, yakni mengenai tindak pidana khusus. Setidaknya terdapat tujuh ketentuan yang mengatur ihwal ancaman hukuman mati bagi pelaku tindak pidana khusus.

Berikut sembilan jenis kejahatan yang diancam pidana mati:

1. Makar dengan maksud membunuh Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 104 KUHP).
2. Melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang (Pasal 111 ayat (2) KUHP).
3. Pengkhianatan memberitaukan kepada musuh diwaktu perang ( Pasal 124 ayat (3) KUHP).
4. Menghasut dan memudahkan terjadinya huru hara (Pasal 124 bis KUHP).
5. Pembunuhan berencana terhadap kepala negara sahabat (Pasal 140 ayat (3) KUHP ).
6. Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP).
7. Pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati (Pasal 365 ayat (4) KUHP ).
8. Pembajakan di laut yang menyebabkan kematian (Pasal 444 KUHP).
9. Kejahatan penerbangan dan sarana penerbangan (Pasal 149 K ayat (2) Pasal 149 O ayat (2) KUHP).

 

Sementara, kejahatan khusus yang diancam pidana mati sebagai berikut (di luar KUHP):

1. Tindak pidana tentang senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak (UU No. 12/DRT/1951).
2. Tindak pidana ekonomi (UU No. 7 /DRT/1955).
3. Tindak pidana tentang tenaga atom (UU No. 3/1964).
4. Tindak pidana narkotika dan psikotropika (UU No. 22/1997 dan UU No. 5/1997).
5. Tindak pidana korupsi ( UU No. 31/1999 diubah dengan UU No. 20/2001).
6. Tindak pidana terhadap hak asasi manusia (UU No. 26/2000).
7. Tindak pidana terorisme (UU No. 5/2018 perubahan atas UU No. 15/2003 mengenai Penetapan Perppu No. 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU).

Sejak awal mencuat, kasus Ferdy Sambo menjadi perhatian publik. Perkara pembunuhan yang terjadi di rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 itu menghebohkan masyarakat lantaran awalnya dinarasikan Yosua meninggal dunia setelah terlibat baku tembak dengan rekannya, Richard Eliezer.

Seiring berjalannya waktu kasus terungkap. Ternyata narasi tembak menembak itu hanya skenario yang dibuat Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

Eliezer sendir yang mengungkap fakta tersebut. Yosua ternyata dibunuh dengan cara ditembak dari jarak dekat.

Yosua dieksekusi oleh Eliezer atas perintah Ferdy Sambo. Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim PN Jakarta Selatan meyakini Ferdy Sambo juga ikut menembak. Itu terungkap pada sidang vonis terhadap Ferdy Sambo, kemarin.

Ferdy Sambo mengaku tega melakukan tindakan keji itu karena istrinya, Putri Candrawathi, dilecehkan oleh Yosua. Ferdy Sambo merasa kehormatan istri dan dirinya telah terenggut.

Kemudian dia membuat skenario pembunuhan terhadap Yosua agar dia tidak terseret dalam tindak kejahatan itu.

Namun, majelis hakim meyakini Yosua tidak melakukan pelecehan atau kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi berdasar fakta-fakta yang terungkap di persidangan.

Pada akhirnya majelis hakim memvonis Ferdy Sambo dengan pidana mati sesuai dengan dakwaan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Vonis itu lebih berat dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang sebelumnya menuntutnya dengan pidana penjara seumur hidup.

Sedangkan, Putri Candrawati divonis 20 tahun penjara. Vonis itu juga jauh lebih berat dibanding tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut dia dengan pidana delapan tahun penjara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya