SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/dok)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/dok)

SOLO – Melambatnya kinerja industri tekstil di China dinilai menjadi angin segar bagi industri tekstil dalam negeri. Krisis ekonomi di AS dan Eropa sepanjang tahun 2011 pun dinilai tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pasar tekstil dalam negeri. Jika tidak ada kebijakan yang menghambat, industri tekstil tahun ini bisa tumbuh di kisaran angka 10%-20%.

Promosi Jelang Lebaran, BRI Imbau Nasabah Tetap Waspada Modus Penipuan Online

Hal ini ditegaskan Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jateng, Dewanto Kusumo melalui Pejabat Humas API Jateng, Liliek Setiawan. “Tahun 2011, industri tekstil masih bisa tumbuh positif sekitar 20%. Tahun ini, harapannya sama bahkan lebih tinggi. Pertumbuhan itu, tak lain karena krisis ekonomi global di AS dan Eropa rupanya tidak berpengaruh signifikan terhadap industri tekstil. Kami sudah menemukan pasar pengganti, yakni pasar Asia,” kata Liliek kepada Espos.

Di satu sisi, lanjut dia, saat ini industri tekstil di China juga sedang kalang kabut. “Pemerintah China sedikit demi sedikit sudah mencabut subsidi dan insentif bagi kalangan industri. Selain itu, upah buruh di China juga naik signifikan. Industri China saat ini sedang kesulitan menjadi tenaga kerja yang kompetitif. Sehingga kami bisa ambil peluang dari terpuruknya industri tekstil di China,” tambah Liliek.

Kendati memiliki prospek, Liliek menyampaikan ada beberapa hal yang cukup menghambat industri tekstil ke depannya. Pertama, tingkat suku bunga kredit perbankan untuk industri tekstil yang masih cukup tinggi. “Bank Indonesia (BI) sudah memberikan progres dengan menurunkan BI Rate, tetapi bank-bank komersial ini belum mau menurunkan bunga kreditnya. Bank justru berlomba-lomba bertahan di angka bunga kredit dua digit. Yang kedua, adalah rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) April mendatang.” Semestinya, kata Liliek, pemerintah perlu mempertimbangkan hal ini terutama keberlangsungan industri tekstil mengingat tekstil adalah sektor manufaktur yang mampu menyerap tenaga kerja hingga 15% dari total tenaga kerja.

Wakil Ketua API Jateng, Djoko Santoso, mengatakan hal senada. “Tahun ini peluang tekstil cukup bagus dari pada tahun 2011 maupun 2010. Harga kapas sudah kembali normal, dan industri tekstil China sedang kalang kabut karena pencabutan subsidi-subsidi dari pemerintah.” Krisis Eropa dan AS juga dinilai tidak berdampak signifikan, karena pihaknya telah mengalihkan distribusi barang ke pasar domestik yang juga sedang tumbuh.

Yang diperlukan industri tekstil saat ini, kata Djoko, adalah dukungan dari lembaga keuangan khususnya perbankan yang saat ini masih mempertahankan bunga kredit untuk industri tekstil di angka dua digit. Sementara, di negara lain, sudah satu digit.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) Solo juga melihat industri tekstil masih memiliki prospek yang cukup besar. Dari wawancara dengan pelaku industri tekstil awal pekan kemarin, juga disimpulkan bahwa industri tekstil masih memiliki kapasitas dan kemampuan menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Sejumlah industri tekstil pun bakal ekspansi dan meningkatkan investasi sehingga sektor ini bisa tumbuh sesuai proyeksi. Salah satunya Sritex yang siap membangun pabrik pemintalan benang dan pabrik rayon.

“Tekstil bukan lagi sebagai sunset industry. Saat ini tekstil dalam negeri dipastikan bakal menyaingi tekstil China. Tapi, memang ada beberapa hal yang harus didorong,” kata Pemimpin BI Solo, Doni P Joewono. BI bertugas memacu kinerja industri tekstil dengan mendorong bank-bank agar mau memberikan bunga kredit kepada industri tekstil pada angka yang kompetitif. “Sebenarnya bank bisa memberikan bunga yang rendah meski tidak mungkin lebih rendah dari inflasi. Tapi, bank sendiri saling menunggu kompetitor. Jadi, ini yang akan didorong BI,” tandasnya.

JIBI/SOLOPOS/Hijriyah Al Wakhidah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya