SOLOPOS.COM - Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BPH2A) IDI, Beni Satria. (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA — Salah satu yang disuarakan ribuan tenaga kesehatan (nakes) saat berunjuk rasa di Jakarta, Senin (8/5/2023), adalah indikasi kuat adanya kapitalisme dalam pelayanan kesehatan dalam RUU Kesehatan.

Aksi digelar lima organisasi profesi kesehatan yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Promosi Siap Layani Arus Balik, Posko Mudik BRImo Hadir di Rute Strategis Ini

IDI menyoroti isi RUU Kesehatan yang memberi kemudahan izin bahkan mendorong pihak swasta (asing) untuk mendirikan fasilitas pelayanan kesehatan dengan tujuan memperoleh laba sebanyak banyaknya di dunia kesehatan.

“Kesehatan terjamin dengan pembiayaan yang murah atau bahkan gratis itu memang dambaan bagi setiap orang. Namun di sisi lain, kita juga paham bahwa di dalam pelayanan kesehatan juga memerlukan dana yang sangat besar. Di sinilah peran pemerintah seharusnya mendominasi, bukan pihak swasta yang memonopoli pelayanan kesehatan sebagai ajang kompetitif demi mencari keuntungan ekonomi,” kritik Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BPH2A) IDI, Beni Satria, dalam keterangan persnya, seperti dikutip Solopos.com, Selasa (9/5/2023).

Ia menambahkan, IDI juga menilai terjadi liberalisasi dalam RUU Kesehatan yakni bebasnya asing dalam berinvestasi dalam bidang kesehatan.

RUU juga menghapus peran organisasi profesi (IDI) dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi terutama dalam Surat Tanda Registrasi (STR) bagi dokter dan nakes.

“Dalam draf RUU Kesehatan pemerintah menghapuskan rekomendasi izin praktik dalam syarat syarat pengurusan izin, menghilangkan kewajiban bisa berbahasa Indonesia serta memberikan izin langsung selama 3 tahun, sebelumnya hanya 1 tahun. Ini bukti praktik kapitalisme dan liberalisasi di kesehatan,” tandasnya.

Buka Dialog

Ketua MPR Bambang Soesatyo mendorong pemerintah untuk memperhatikan isi tuntutan dan menghargai masukan dari aksi unjuk rasa PB IDI bersama empat organisasi profesi lainnya.

Ia menyebut pemerintah telah meminta Kepala Dinas Kesehatan Daerah membuka ruang dialog dengan perwakilan organisasi profesi kesehatan serta forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) dalam penyampaian aspirasi.

“Harapannya, dengan ruang dialog tersebut dapat menghasilkan penyamaan pandangan atas pembahasan RUU Kesehatan,” ujar Bambang dalam keterangan resminya, Senin.

Selain itu, ia menyampaikan kepada seluruh kepala daerah agar memastikan layanan kesehatan kepada masyarakat di setiap fasilitas kesehatan tidak ikut terganggu akibat aksi unjuk rasa hari ini.

Hal ini mengingat para tenaga kesehatan tetap harus mengedepankan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sebagaimana sesuai dengan sumpah dokter untuk membaktikan hidup guna kepentingan peri kemanusiaan dan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien.

Bambang meminta pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga membuka ruang dialog bagi PB IDI dan organisasi profesi kesehatan.

Menurutnya, dialog itu berguna menyerap segala aspirasi, masukan dan tuntutan terkait pembahasan RUU Kesehatan yang dinilai berpotensi memperlemah perlindungan dan kepastian hukum bagi perawat dan masyarakat.

“Di samping, dinilai pula berpotensi memicu kriminalisasi kepada dokter dan tenaga kesehatan,” tambah dia seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya