SOLOPOS.COM - Sesi plenary hari pertama The 5th International Conference and Consolidation on Indigenous Religions (ICIR) di Lantai Pertama Ruang Seminar Javanologi UNS, Rabu (22/11/2023). (Istimewa)

Solopos.com, SOLO–Intersectoral Collaboration for Indigenous Religions (ICIR) “Rumah Bersama” kembali menyelenggarakan The 5th International Conference on Indigenous Religions (ICIR) yang dilaksanakan di PUI Javanologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Rabu – Kamis (22-23/11/2023).

ICIR kelima ini mengangkat tema Democracy of the Vulnerable yang merupakan tema kelanjutan tema-tema ICIR sebelumnya. ICIR mengadakan tema-tema yang berupaya untuk terus mendiskursuskan demokrasi secara kritis dan berkelanjutan.

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik

Tema ICIR kelima juga merespons momentum Pemilu 2024 yang menunjukkan bahwa wacana dan ruang demokrasi didominasi oleh berbagai narasi elektoral.

Sayangnya narasi elektoral ini hanya berfokus pada kepentingan segelintir elite politik dan ekonomi dengan orientasi utama pada kekuasaan.

Demokrasi elektoral yang selalu diwacanakan sebagai pesta rakyat justru selalu terjebak pada aspek seremonial dan hanya mengedepankan sentimen identitas warga berbasis mayoritas-minoritas, membuat polarisasi sosial cenderung tak terhindarkan dan malah menciptakan kerentanan demokrasi.

Kenyataannya, demokrasi elektoral semakin menegaskan struktur kuasa dan dominasi serta memarginalisasi kelompok-kelompok rentan.

Ketua Program Studi Agama dan Lintas Budaya atau Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Samsul Maarif, mengatakan sebagai kelanjutan dari ICIR sebelumnya yang mengusung Demokrasi Inklusif, ICIR ke-5 berfokus pada suara-suara kelompok-kelompok rentan yang hak, kepentingan, dan aspirasi kewargaannya jarang dibicarakan, apalagi diperhitungkan.

“ICIR kelima bermaksud untuk membuka ruang bagi penghayat kepercayaan, komunitas adat, penganut agama leluhur, minoritas agama dan gender, kelompok disabilitas, dan kelompok muda dan anak, agar ide tentang dan pengalaman mereka terkait demokrasi terwacanakan,” kata dia, Selasa (21/11/2023).

Demokrasi Inklusif dikembangkan untuk lebih praktis menfasilitasi proposal gagasan kelompok rentan tentang demokrasi.

Pria akrab disapa Anchu tersebut juga mengatakan menyelisik demokrasi dan berbagai kerentanannya dari perspektif kelompok rentan menjadi kerangka berpikir utama ICIR kelima.

Kerangka ini, sambungnya, selain menegaskan bahwa perspektif kelompok rentan signifikan dalam demokrasi substantif, mengedepankan pergulatan keseharian warga dalam menghadapi dan menjalani kehidupan kewargaan sebagai isu utama demokrasi.

Dalam pemaparan ICIR kelima sesi plenary hari pertama, salah satu narasumber dari Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, mengatakan integrasi Hukum Adat ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah sebuah penundukan.

“Integrasi Hukum Adat ke dalam KUHP itu seperti penundukan, karena Hukum Adat adalah living law, atau hukum yang hidup. Sehingga ketika dia masuk ke hukum negara adalah persoalan yang serius,” ujar Sulistyowati.

Dia melanjutkan upaya pemerintah memasukkan Hukum Adat ke dalam KUHP adalah upaya mendekolonisasi hukum pidana Indonesia yang berdasarkan hukum kolonial. Namun, menurut dia, hal tersebut justru tidak sesuai dengan keinginan masyarakat adat.

Sulistyowati yakin, keinginan masyarakat adat sebenarnya adalah agar kedaulatan mereka atas ruang-ruang hidup mereka kembali. Terlebih semakin banyak ruang hidup masyarakat adat yang terenggut akibat penggundulan hutan dan kapitalisme manusia.

Dia melanjutkan masyarakat adat juga hanya perlu kepercayaan mereka diakui oleh negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya