SOLOPOS.COM - Ilustrasi KDRT. (Freepik.com)

Solopos.com, PATI — Seorang ibu dengan tiga anak balita di Pati, Jawa Tengah bernama Budiati, 31, ditemukan meninggal dunia dalam posisi memeluk anak bungsunya yang masih berusia 26 hari, Jumat (16/6/2023).

Belakangan terungkap, ibu malang itu meninggal diduga akibat dianiaya suaminya sendiri, 34.

Promosi BI Rate Naik Jadi 6,25%, BRI Optimistis Pertahankan Likuiditas dan Kredit

Hasil autopsi tim medis menyebutkan, korban mengalami pendarahan di kepala akibat pukulan benda tumpul.

Tersangka mengaku memukuli istrinya dengan tangan kosong namun di jarinya ada akik.

Meninggalnya Budiati menambah panjang daftar kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suami terhadap istrinya.

Bagaimana Islam memandang KDRT yang banyak terjadi di masyarakat?

Berikut tulisan Solopos.com mengutip laman nu.or.id, Jumat (16/6/2023).

KDRT yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya hukumnya adalah haram.

Perilaku KDRT dapat menjadi dasar atau alasan seorang istri menggugat cerai kepada suaminya.

Pengadilan pun bisa menjatuhkan cerai tanpa ada gugatan dari istri.

Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU Lampung K.H. Munawir, menyatakan terkait hukuman bagi seorang suami yang sering melakukan KDRT, menyakiti anggota badan bahkan sampai cacat serta diperbolehkannya sang istri menggugat cerai karena mendapat perlakuan tersebut.

“Tindakan KDRT yang dilakukan oleh suami terhadap istri dalam Islam dikenal dengan istilah nusyuz (durhaka). Nusyuz adalah salah satu perbuatan yang sangat larang dalam agama (haram),” jelas pria yang juga Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Lampung ini.

Ia menambahkan, nusyuz lazimnya dipahami sebagai bentuk praktik kedurhakaan istri terhadap suami.

Padahal sebenarnya nusyuz bisa dilakukan masing-masing pihak baik istri maupun suami.

Nusyuz yang dilakukan suami harus dianalisis terlebih dahulu. Kalau suami tidak menunaikan kewajibannya terhadap istri seperti nafkah atau pembagian giliran (bagi yang poligami), pemerintah dalam hal ini pengadilan berhak menekan suami untuk menunaikan kewajibannya,” katanya mengutip dasar dari Imam An-Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftiyin.

Jika suami berperangai buruk terhadap istri, menyakiti istri, dan memukulnya tanpa sebab, pemerintah wajib menghentikan tindakan aniaya suami tersebut.

“Kalau suami mengulangi tindakan aniayanya, pemerintah wajib menjatuhkan sanksi untuknya,” jelasnya sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tatimmah.

Konsekuensi dari nusyuz tersebut adalah istri diperbolehkan khulu’ (gugat cerai suami) terhadap suaminya.

Jika KDRT tersebut bisa membahayakan istri maka pengadilan bisa menjatuhkan talak tanpa adanya khulu’ dari istri.

“Disebutkan di Al-Mausuah Al-Fiqhiyah bahwa disebabkan perilaku suami yang membahayakan istri, misalnya ada berita dari sejumlah sumber terpercaya bahwa suami melakukan kekerasan pada istri, maka hakim dapat menceraikan keduanya,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya