SOLOPOS.COM - Siti Atikoh Supriyanti, istri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. (Facebook.com)

Hari Kartini kali ini membuat Mbah Darmi jadi istimewa. Kisah panjangnya mengais rezeki jadi penambal ban di Semarang menyentuh istri Ganjar.

Solopos.com, SEMARANG — Darmi, perempuan renta yang sehari-hari menjadi tukang tambal ban motor, hari ini mendapat perlakuan istimwa. Dia dituntun memasuki sebuah studio milik pemerintah di Semarang perlahan-lahan. Seketika, perempuan berusia 90-an itu sumringah ketika disambut Siti Atikoh Supriyanti, istri Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Promosi Cerita Penjual Ayam Kampung di Pati Terbantu Kredit Cepat dari Agen BRILink

Sambil menahan tangis, Mbah Darmi menceritakan perjuangannya menghidupi keluarga bersama almarhum suami. Keduanya menjadi tukang tambal ban motor sejak 1963 di dekat Stadion Diponegoro, Semarang. Mbah Darmi membawa sang putera yang saat itu masih bayi.

“Pada 1963 saya bekerja sebagai tukang tambal ban. Kerja sambil bawa anak dan saya letakkan di kursi. Saya membantu suami, sekarang alat alat tambal ban sudah diambil anak-anak. Katanya tidak boleh jadi tukang tambal ban, sudah tua,” cerita Mbah Darmi memakai logat bahasa jawa.

Perjuangan Mbah Darmi dan keluarganya itu menyentuh Atikoh dan beberapa perempuan yang hadir pada dialog interaktif bertajuk Emansipasi Wanita di Era Modern. Bagi Atikoh, Darmi adalah salah seorang perempuan kuat layaknya RA Kartini. Demi memenuhi kebutuhan ekonominya, Darmi bekerja keras menambal ban motor meski pekerjaan itu biasa dilakukan laki-laki.

Bahkan, beliau tidak meninggalkan perannya sebagai ibu ketika bekerja. “Secara ekonomi, Mbah Darmi ini ingin mandiri. Tidak menunggu uluran tangan orang lain. Beliau perempuan yang luar biasa,” papar Atikoh dalam keterangan resminya, Kamis (21/4/2016).

Menurutnya, perjuangan Mbah Darmi tersebut merupakan keprihatinan RA Kartini pada masa itu. Sebagian besar perempuan masih terbelenggu dengan jerat kemiskinan. Bagi Atikoh, pendidikan adalah kunci utama untuk memutus rantai kemiskinan yang dialami oleh kalangan wanita.

Dengan pendidikan yang layak, mereka mampu bersaing untuk memeroleh jabatan publik, kemudian berjuang untuk kesejahteraan masyarakat. Ibu satu anak itu menyayangkan liberalisme membuat sebagian besar perempuan menyalahartikan pendidikan. Mereka hanya fokus pada pendidikan formal, tetapi mengabaikan pendidikan karakter. Padahal melalui rahim perempuan berbudi luhurlah akan lahir calon pemimpin hebat. Perempuan yang menentukan peradaban setiap bangsa.

“Fenomena sekarang itu seolah-olah pendidikan formal nomor satu. Padahal, yang dimaksud oleh Kartini sebagai pendidikan itu pendidikan secara menyeluruh. Baik pendidikan karakter maupun sains, ilmu sosial, dan lainnya. Padahal pendidikan katakter ini yang dibawa sampai kapan pun. Maka, jangan teracuni oleh ijazah,” beber ibu satu anak itu.

Atikoh berharap, pendidikan karakter dapat terintegrasi ke dalam pola asuh orang tua. Sehingga ketika anak berinteraksi dengan orang lain atau gurunya, mereka tahu bagaimana berkata dan berperilaku santun. Ketua TP PKK Provinsi Jawa Tengah itu juga berharap para Kartini muda berani menyampaikan pendapatnya dan benar-benar berkontribusi terhadap sesama melalui perannya.

“Kartini modern itu perempuan yang berani berpendapat dan bermanfaat untuk masyarakat. Itulah perempuan berkarakter saat ini,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya