SOLOPOS.COM - Menteri ESDM Sudirman Said (kiri) bersama Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengumumkan harga baru bahan bakar premium dan solar di Jakarta, Rabu (23/12/2015). Pemerintah menurunkan harga bahan bakar jenis premium sebesar Rp 150 per liter, yaitu dari Rp 7.300 per liter menjadi Rp 7.150 per liter, sedangkan solar menjadi Rp 5.950 per liter berlaku mulai 5 Januari 2016. (JIBI/Solopos/Antara/Puspa Perwitasari)

Harga BBM bersubsidi akan ditambah Rp200/liter untuk Premium dan Rp300/liter untuk Solar. Meski banyak diprotes, PP dana ketahanan energi segera dibuat.

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur pengelolaan dana ketahanan energi. Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan tengah mempersiapkan mekanisme penghimpunan dan pemanfaatan dana ketahanan energi.

Promosi Keren! BRI Jadi Satu-Satunya Merek Indonesia di Daftar Brand Finance Global 500

Jika diperlukan peraturan pemerintah (PP) khusus untuk mengatur pengelolaan dana, tambahnya, pemerintah akan menerbitkan tata regulasi yang diperlukan. Dia menuturkan dana ketahanan energi akan diperlakukan seperti uang negara pada umumnya. Dana itu bakal disimpan oleh Kementerian Keuangan dengan otoritas pengggunaan oleh kementerian teknis, yaitu Kementerian ESDM.

DKE akan diaudit Irjen Kementerian ESDM atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Selanjutnya, audit dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sudirman Said berjanji akan mengonsultasikan DKE kepada Komisi VII DPR pada persidangan yang digelar Januari 2016. Jika publik mempersoalkan mekanisme pungutan dan pengelolaan serta meminta memasukkan dalam APBN, dia menjanjikan akan mengusulkan kepada DPR melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).

Pemerintah memutuskan menjual harga solar bersubsidi lebih tinggi Rp300 per liter dan Premium Rp200 per liter untuk disimpan menjadi dana ketahanan energi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menjelaskan pungutan dana tersebut sesuai dengan UU No. 30/2007 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 79/2014.

Menurut Sudirman Said, pro dan kontra terhadap pungutan yang dikenakan pemerintah merupakan hal yang wajar. Berdasarkan amanat PP 79/2014, DKE bisa digunakan untuk mendorong eksplorasi agar tingkat pengurasan cadangan bisa ditekan. Selain itu, dana tersebut juga bisa digunakan untuk membangun infrastruktur cadangan strategis dan mengembangkan energi baru terbarukan. Dari sisi kebutuhan, yang paling mendesak untuk disediakan adalah dana stimulus untuk membangun enegi baru dan terbarukan.

Sudirman mengatakan dengan tingkat pungutan Rp200 per liter untuk Premium dan Rp300 per liter untuk solar bersubsidi, akan terkumpul dana ketahanan energi sebanyak Rp16 triliun tahun depan. Dana ini hanya cukup untuk menjadi stimulus pengembangan energi terbarukan. Pasalnya, dana investasi yang dibutuhkan untuk memenuhi target 23% bauran energi baru terbarukan pada 2025 mencapai Rp1.600 triliun.

Stimulus yang dimaksud bisa berupa subsidi untuk pengembangan listrik energi baru terbarukan. Selain itu, dana bisa digunakan untuk rintisan eksplorasi geothermal.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku belum mengetahui mekanisme pungutan dana ketahanan energi yang diambil dari pungutan solar bersubsidi dan Premium. Karena itu, dia menunggu proposal mekanisme pengelolaan dana ketahanan energi yang akan disodorkan Menteri ESDM. “Kami menunggu proposal dari Menteri ESDM,” ungkapnya kepada Bisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya