SOLOPOS.COM - Ketua majelis hakim Wahyu Imam Santoso membacakan putusan vonis Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). (Tangkapan layar Youtube).

Solopos.com, JAKARTA–Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menyebut tidak masuk akal jika Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J melecehkan atau melakukan kekerasan seksual kepada Putri Candrawathi.

Majelis hakim menilai tidak ada fakta yang mendukung Putri Candrawathi mengalami stres setelah mendapatkan tindak pelecehan atau kekerasan seksual. Oleh karena itu, majelis hakim menepis motif pembunuhan terhadap Yosua lantaran adanya kekerasan seksual.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

Hal itu mengemuka saat ketua mejalis hakim, Wahyu Imam Santoso, membacakan pertimbangan-pertimbangan sebelum memutus/memvonis Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Pantauan Solopos.com pada tayangan siaran langsung sidang vonis Ferdy Sambo yang ditayangkan KompasTV melalui Youtube, majelis hakim memiliki sembilan pertimbangan dalam menyimpulkan fakta bahwa tidak terjadi pelecehan/kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi.

Pertimbangan itu seperti dengan penjelasan mengenai relasi kuasa antara Putri Candrawathi dengan Yosua, ketergantungan secara ekonomi, dan tidak adanya upaya Ferdy Sambo melakukan visum terhadap istrinya, Putri Candrawathi.

Selain itu, menurut majelis hakim Putri Candrawathi yang merupakan seorang dokter harusnya mengetahui apa yang harus diperbuat ketika mengalami pelecehan atau kekerasan seksual.

Majelis hakim juga merasa tidak menemukan fakta yang mendukung Putri Candrawathi mengalami stres setelah dilecehkan atau mendapatkan tindakan kekerasan seksual.

“Majelis hakim tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau bahkan perbuatan yang lebih dari itu kepada Putri Candrawathi,” ucap Wahyu dalam sidang pembacaan pertimbangan putusan.

Dia menjelaskan terkait dengan konteks relasi antargender, Putri Candrawathi yang saat itu merupakan istri dari Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo memiliki posisi yang lebih unggul dan juga dominan apabila dibandingkan dengan Yosua.

“Sehingga, karena adanya ketergantungan relasi kuasa dimaksud, sangat kecil kemungkinannya korban melakukan kekerasan seksual atau pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi,” ujar Wahyu.

Lebih lanjut, Wahyu juga mengatakan bahwa tidak ada fakta yang mendukung Putri Candrawathi mengalami gangguan berupa stres pasca-trauma akibat pelecehan seksual atau pun perkosaan.

“Sehingga motif yang lebih tepat menurut majelis hakim adanya perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, di mana perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tersebut yang menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam terhadap Putri Candrawathi,” tuturnya.

Dengan demikian, majelis hakim menyatakan bahwa adanya alasan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi patut dikesampingkan.

Sebelumnya, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mengatakan telah terjadi pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi yang dilakukan Yosua. Cerita Putri mengenai pelecehan seksual yang ia alami menyulut emosi Ferdy Sambo.

Atas dasar peristiwa tersebutlah, terjadi pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Rumah Dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Sidang vonis Ferdy Sambo dimulai pukul 10.00 WIB. Hingga pukul 13.00 WIB, majelis hakim masih membacakan surat putusan vonis Ferdy Sambo.

Baca Juga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya