News
Jumat, 8 September 2023 - 21:01 WIB

Habib Ja'far Ajak Generasi Muda Tiru Demokrasi ala Nabi Muhammad

Abu Nadzib  /  Newswire  /  Abu Nadzib  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Habib Husein Ja'far Al Hadar memberikan tausiah dalam Festival Hijriah hadir di GOR Sritex Solo, Jawa Tengah, Sabtu (5/8/2023) malam. (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA — Dai muda, Habib Husein Ja’far Al Hadar urun pendapat terkait gawe besar Pemilu 2024 di mana lebih dari 50%-nya merupakan pemilih pemula.

Habib Ja’far mengungkapkan pentingnya melek politik dan berkontribusi pada Pemilu 2024 dengan mencontoh demokrasi ala Nabi Muhammad SAW.

Advertisement

“Menjelang Pemilu 2024, masyarakat Indonesia harus mulai melek politik. Setidaknya ikut memeriahkan pemilu dengan damai, menggunakan hak pilih dan memahami siapa yang akan dipilih. Jangan sampai keluguan, dan ketidaktahuan terhadap politik dan demokrasi, malah dimanfaatkan untuk memecah belah bangsa,” kata Habib Ja’far dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat (8/9/2023).

Menurutnya, tujuan utama politik adalah untuk membangun bangsa. Oleh karena itu masyarakat harus mengetahui profil para kandidat serta menjaga stabilitas nasional, kerukunan umat beragama dan persatuan bangsa dalam merayakan pesta demokrasi.

Advertisement

Menurutnya, tujuan utama politik adalah untuk membangun bangsa. Oleh karena itu masyarakat harus mengetahui profil para kandidat serta menjaga stabilitas nasional, kerukunan umat beragama dan persatuan bangsa dalam merayakan pesta demokrasi.

Jangan sampai, kata dia, demi kemenangan semata persatuan Indonesia tergadaikan oleh politik praktis.

“Pembangunan bangsa itu basic utamanya adalah persatuan. Nah, politik identitas itu artinya politik yang menggunakan identitas untuk perpecahan. Sehingga sudah seharusnya itu ditolak karena bertentangan dengan prinsip dasar dalam politik, yaitu membangun bangsa dengan persatuan,” ujar Habib Ja’far, seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Advertisement

Menurutnya, Piagam Madinah itu adalah salah satu piagam paling demokratis dan tetap relevan hingga saat ini yang pernah ada dalam sejarah umat manusia.

“Ketika menjadi pemimpin di Madinah, Nabi melihat siapapun yang ada di Madinah, dilihat dalam perspektif sebagai kewargaan. Tidak dalam perspektif identitas agamanya, tidak dalam perspektif identitas sukunya. Sehingga siapa saja dari suku manapun dan agama apapun dilindungi, selama mereka mau hidup damai, saling menghormati, saling toleran satu sama lain,” lanjutnya.

Habib Ja’far mengatakan politik Nabi Muhammad berorientasi kepada rahmatan lilalamin, rahmat bagi semesta.

Advertisement

Ia menjelaskan, Muhammad S.A.W saat itu menjadi pemimpin Madinah bukan karena seorang Nabi dari kalangan umat Islam.

“Namun, Muhammad seorang yang dipercaya oleh siapa saja yang ada di Madinah saat itu lantaran alamin, terpercaya sebagai seorang pemimpin,” ucap Habib Ja’far.

Oleh karena itu, dia menyerukan agar masyarakat memilih bukan karena sosok, identitas (suku, agama, ras, budaya) melainkan karena nilai yang diperjuangkan dari para kandidat.

Advertisement

Menurutnya, sosok itu suatu hari mungkin berkhianat, mungkin berganti visi, mungkin berganti nilai.

“Keberpihakan kita kepada nilai bukan kepada sosok. Maka tidak ada istilah kalah, karena begitu dia menang walaupun dia bukan sosok yang kita jagokan. Tapi yang kita jagokan adalah nilai, sehingga kita akan terus kawal dia memperjuangkan nilai yang positif,” tegas lulusan Magister Ilmu Alquran dan Tafsir Hadits UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif