SOLOPOS.COM - Acara jumpa pers pengukuhan Guru Besar UNS Senin (16/10/2023). (Solopos.com/Maymunah Nasution)

Solopos.com, SOLO–Tantangan ketahanan pangan semakin bertambah pada abad ke-21 terutama karena perubahan iklim, peningkatan jumlah penduduk dan degradasi sumber daya alam, termasuk degradasi lahan dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Guru Besar Ilmu Manajemen Pemasaran Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Heru Irianto, mengatakan meskipun terjadi peningkatan budi daya pertanian berkelanjutan, ketersediaan pangan organik di Indonesia masih merupakan salah satu masalah.

Promosi Dirut BRI dan CEO Microsoft Bahas Akselerasi Inklusi Keuangan di Indonesia

“Pertanian organik menjadi salah satu upaya budi daya pertanian berkelanjutan yang mendorong peningkatan konsumsi pangan ramah lingkungan untuk konsumen, tetapi secara data luas lahan organik di Indonesia masih rendah yang menyebabkan perlunya perluasan pasar padi organik,” ujar Heru dalam pidato pengukuhannya yang disampaikan saat jumpa pers pengukuhan Guru Besar UNS, Senin (16/10/2023).

Heru melanjutkan perluasan pasar padi organik dapat ditempuh dengan mendorong pasar dalam negeri sekaligus ekspor. Peningkatan permintaan pasar dalam negeri merupakan peluang yang cukup besar.

Selain itu, bonus demografi 2020 – 2035 yang dicirikan dengan jumlah penduduk usia produktif dan berpendidikan semakin meningkat. Hal ini memberikan peluang pangsa pasar pertanian organik dalam negeri.

Selain pasar dalam negeri, pemenuhan permintaan beras organik ekspor diharapkan mampu berkontribusi dalam mendukung kebijakan triple export.

Kebijakan triple export atau gerakan tiga kali ekspor merupakan gerakan menyatukan kekuatan seluruh pemegang kepentingan pembangunan pertanian dari hulu sampai hilir. Gerakan ini diharapkan mampu meningkatkan ekspor komoditas pertanian dengan lebih cepat.

Namun kebijakan ini masih menghadapi sejumlah tantangan untuk petani dan konsumen. Kendala bagi petani antara lain risiko turunnya jumlah produksi pada masa peralihan, biaya sertifikasi yang tinggi, serta risiko finansial yang berkaitan dengan kemampuan pembayaran kredit, likuiditas, serta perubahan nilai tukar.

Kendala di konsumen sendiri adalah ketersediaan rendah dan harga yang tinggi. Heru menyarankan upaya meningkatkan pengembangan pasar beras organik di dalam negeri dan ekspor lewat petani antara lain peralihan secara bertahap dan menyiapkan para petani secara teknis dan sosial.

Upaya berikutnya juga dengan menjamin harga di pasar memadai, sementara bagi konsumen bisa dilakukan kampanye pentingnya pangan organik serta memperluas pasar.

Sementara itu menurut Guru Besar Ilmu Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian UNS, Jauhari Syamsiyah, tantangan ketahanan pangan Indonesia juga termasuk semakin berkurangnya lahan produktif yang subur untuk budi daya pertanian yang intensif. Petani harus puas bercocok tanam di lahan marginal.

“Lahan marginal memiliki berbagai permasalahan berupa rendahnya ketersediaan unsur hara akibat pH yang rendah, kandungan C organik rendah serta kemampuan menyimpan hara juga rendah. Sehingga diperlukan suatu upaya untuk memastikan terjadinya keseimbangan hara yang cukup untuk kelangsungan pelestarian lingkungan dan pertanian dalam jangka panjang,” papar Jauhari dalam pidatonya di kesempatan yang sama.

Pemupukan dengan pupuk kimia memiliki potensi kerusakan lingkungan yang terjadi lewat pemadatan struktur tanah yang kemudian mengeraskan tanah sehingga tanah tidak mampu menyimpan air dan menjadi kering.

Saat daya simpan air tanah di suatu tanah menurun, ekosistem kehidupan mikroorganisme di tanah akan hilang sehingga tanah akan semakin sulit untuk kembali gembur.

Potensi kerusakan dapat terjadi karena pelepasan gas N2O ke atmosfer (denitrifikasi), penguapan gas amonia (NH3) melalui proses volatilisasi, atau emisi CH4 dan pelindihan unsur hara.

Masalah tersebut dapat dikurangi dengan pengairan berselang, pemupukan yang disertai dengan penghambat nitrifikasi untuk emisi GRK (N2O.CH4 dan CO2) pada tanah sawah, pemberian pupuk secara bertahap atau menggunakan pupuk pelepas N lambat untuk mengurangi denitrifikasi, volatilisasi dan pelindihan.

Dia meneruskan pemupukan yang beralih dari pupuk kimia ke pupuk organik secara bertahap bisa mewujudkan pertanian berkelanjutan. Cara bertahap ini dilakukan karena petani masih terlalu sulit untuk langsung beralih ke pupuk organik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya