SOLOPOS.COM - Saksi Dito Mahendra bungkam seusai diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Senin (6/2/2023). Berdasarkan KUHP yang baru, hukuman minimal koruptor sama seperti di KUHP yakni dua tahun. t(ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)

Solopos.com, JAKARTA — Gugatan 20 mahasiswa atas Pasal 603 dan 604 KUHP tentang ancaman hukuman minimal dua tahun penjara bagi koruptor kandas.

Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan gugatan perkara Nomor 10/PUU-XXI/2023 itu tidak bisa diterima.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Majelis Hakim MK menilai KUHP tersebut baru akan berlaku tiga tahun lagi, yakni pada 2 Januari 2026.

Oleh sebab itu, MK menilai hak konstitusional 20 orang mahasiswa selaku pemohon belum berkaitan dengan pasal-pasal KUHP yang digugat.

“Amar putusan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan, seperti dipantau Solopos.com dari di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi, Selasa (28/2/2023).

Perkara tersebut diajukan oleh 20 orang pemohon yang merupakan mahasiswa. Mereka menggugat tiga pasal pada Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.

Dua pasal UU KUHP yang digugat itu yakni Pasal 603 dan 604 KUHP yang mengatur ancaman hukuman minimal hanya dua tahun penjara bagi koruptor.

Satu pasal lainnya yang juga digugat ialah Pasal 256 tentang pemidanaan atas aksi unjuk rasa menyebabkan terganggunya kepentingan umum.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim MK menyatakan KUHP tersebut baru akan berlaku tiga tahun lagi, yakni pada 2 Januari 2026.

Karenanya MK menilai hak konstitusional 20 orang mahasiswa selaku pemohon belum berkaitan dengan pasal-pasal KUHP yang digugat.

Selain itu, MK berpandangan pasal-pasal tersebut belum menimbulkan kerugian konstitusional kepada mereka, baik secara potensial maupun aktual.

Penilaian itu berdasarkan anggapan kerugian konstitusional yang dimaksud dalam Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan MK Nomor 11/PUU-V/2007.

Anggapan tersebut membuat majelis hakim konstitusi memutuskan tidak mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan dalam perkara itu.

“Para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Seandainya pun para pemohon memiliki kedudukan hukum, quod non, pokok permohonan para pemohon adalah prematur,” ujar Anwar Usman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya