SOLOPOS.COM - Ilustrasi gempa bumi (JIBI/Solopos/Antara)

Gempa Pidie Jaya Aceh diyakin tidak memicu gempa lain di Sumatra.

Solopos.com, PADANG — Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menilai gempa yang terjadi di Kabupate Pidie Jaya, Aceh, tidak akan memicu gerakan atau potensi gempa di sesar lainnya di wilayah Sumatra.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Kepala Stasiun Geofisika BMKG Padang Panjang, Rahmat Triyono, menyebutkan gempa Pidie berasal dari sesar Samalanga-Sipopok yang tidak bersentuhan dengan sesar Semangka yang memanjang dari Aceh hingga Lampung. “Tidak. Gempa Pidie tidak akan memicu potensi gempa di Sumbar, juga di daerah lain, karena sesarnya beda,” katanya kepada Bisnis/JIBI, Rabu (7/12/2016).

Selain jalur patahan gempa yang berbeda, jarak episentrum gempa juga terlalu jauh untuk memicu gempa di titik lainnya. Bahkan, imbuh Rahmat, jika pun gempa Aceh berada dalam sesar Semangka, jaraknya sangat jauh untuk menyebabkan gempa di Nias, Sumbar, maupun Bengkulu.

Meski begitu, dia meminta pemerintah daerah dan masyarakat tetap mewaspadai potensi gempa. Apalagi, Pulau Sumatra, terutama kawasan pantai barat sangat rentan terhadap bencana gempa. Baca juga: Ini Penyebab Gempa Pidie Jaya Aceh Lebih Merusak.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat mengklaim sudah memiliki kesiapan untuk meminimalisir potensi kerusakan dan korban jiwa jika bencana gempa bumi kembali terjadi di daerah itu. “Sejauh ini kami sudah cukup siap untuk meminimalisir kemungkinan bencana gempa dan tsunami. Gempa 2009 di Sumbar, memberikan pelajaran sangat berharga bagi kami,” kata Kepala Pelaksana BPBD Sumbar Nasridal Patria.

Dia mengatakan Sumbar sudah memiliki kontingensi plan guna menghadapi ancaman bencana di daerah itu. “Semuanya sudah lengkap dalam rencana kontingensi untuk menghadapi bencana. Masing-masing instansi harus lakukan apa sudah lengkap,” katanya.

Nasridal mengungkapkan kesiapan paling mendasar untuk menghadap ancaman bencana gempa dan tsunami adalah kesiapan masyarakatnya. Karena itu, pemda memprioriskan sosialisasi dan gerakan bersama mengatasi bencana. Setiap daerah di Sumbar, katanya, sudah memiliki kelompok siaga bencana (KSB) di tingkat desa yang menjadi ujung tombak untuk sosialisasi dan mengatur masyarakat paling bawah saat bencana terjadi.

Selain itu, tentu saja kesiapan infrastruktur yang ramah bencana. Pasca gempa 2009, Nasridal menyebutkan sudah aturan bahwa bangunan baru yang dibangun di daerah itu harus mengikuti standar tahan terhadap gempa dengan skala 9 SR. Termasuk juga menyediakan selter (tempat evakuasi) bagi bangunan yang berada di kawasan pantai, sebagai tempat pertolongan pertama untuk bencana gempa yang disusul tsunami.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya