SOLOPOS.COM - Aksi Pray For Nepal di arena CFD Solo, Minggu (26/4/2015). (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)

Gempa Nepal menewaskan ribuan jiwa, namun tersiar kabar Pemerintah Nepal lambat dalam merespons.

Solopos.com, NEPAL — Gempa berkekuatan 7,9 SR yang terjadi di Nepal, pada Sabtu (25/4/2015) lalu menewaskan ribuan jiwa. Namun begitu, Pemerintah Nepal dianggap lambat bergerak.

Promosi Simak! 5 Tips Cerdas Sambut Mudik dan Lebaran Tahun Ini

Sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (28/4/2015) pagi, korban tewas akibat gempa di Nepal mencapai 4.010 jiwa, dengan 7.598 korban luka. Sementara itu, Dilansir CNN, Selasa siang, korban tewas bertambah hingga 4.400 jiwa dan lebih dari 8.000 orang mengalami luka-luka.

Terkait dengan itu, warga Nepal korban gempa bumi mulai putus asa dan marah karena merasa Pemerintah Nepal tidak tanggap darurat.

“Pemerintah tidak melakukan apa pun untuk kami,” ujar Anil Giri bersama 20 relawan yang tengah mencari dua temannya di antara puing-puing reruntuhan gedung.

“Kami membersihkan sendiri puing-puing dengan tangan kami,” lanjut Anil Giri.

Di Kathmandu, banyak korban gempa yang tidur di pinggir jalan atau tempat terbuka lainnya karena rumah mereka hancur. Sementara itu, rumah sakit di Nepal terus menampung korban luka.

Suplai air bersih sangat terbatas, begitu pula ketersediaan makanan dan listrik. Terkait dengan itu, kekhawatiran tentang wabah penyakit pun muncul. Rasa trauma dan kekhawatiran korban gempa inilah yang semakin menyulut kemarahan mereka kepada Pemerintah Nepal.

Dalam kesempatan berbeda, otoritas Nepal menyadari kurangnya kecepatan mereka dalam menanggulangi akibat bencana gempa bumi yang dahsyat tersebut.

“Tantangan besarnya adalah pemulihan,” ujar pejabat Nepal, Leela Mani Paudel.

Serangkaian gempa susulan menyebabkan kerusakan sarana infrastruktur makin parah. Kurangnya dana pemerintah diduga menjadi faktor lambatnya penyaluran bantuan kepada korban gempa yang paling membutuhkan.

Sehubungan dengan itu, Pemerintah Nepal sangat mengharapkan bantuan internasional. Beberapa bantuan dari pihak luar pun mulai berdatangan sejak Sabtu.

“Kami mendorong negara-negara asing untuk mengirimkan bantuan pemulihan dan tim medis. Kami sangat membutuhkan bantuan ahli asing untuk melalui krisis ini,” kata Leela Mani Paudel.

Gempa yang dianggap paling mematikan untuk Nepal dalam kurun waktu 81 tahun ini memicu gempa susulan yang mungkin akan menelan korban jiwa lebih banyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya