SOLOPOS.COM - Ilustrasi kartu BPJS (JIBI/Solopos/Dok.)

Fatwa haram BPJS tengah menjadi perbincangan tehangat publik.

Solopos.com, JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) kabarnya mengeluarkan fatwa haram terkait program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Namun, kabar tersebut dibantah MUI.

Promosi BRI Sukses Jual SBN SR020 hingga Tembus Rp1,5 Triliun

Menurut Anggota Dewan Syariah Nasional MUI, Prof Jaih Mubarok, hasil ijtima tidak menyebut fatwa haram, melainkan BPJS yang saat ini sedang berjalan belum sesuai syariah.

“Bukan fatwa haram, teksnya bukan haram. Ini ijtima komisi fatwa MUI keputusannya bukan BPJS haram, tapi BPJS yang sekarang berjalan tidak sesuai syariah,” jelas Prof Jaih Mubarok, Kamis (30/7/2015), sebagaimana dilansir Detik.

Jaih mengungkapkan alasan atas fatwa BPJS belum sesuai syariah. Menurut pihaknya, program BPJS masih mengandung unsur riba dan juga ghoror atau tidak jelas akadnya.

“Karena akadnya tidak jelas, status iuran menjadi iuran dan juga ini bersifat maisyir, untung-untungan,” terang Jaih.

Dengan hasil ijtima ini, MUI hanya melaksanakan kewajiban memberi pandangan hidup bagi umat muslim. “Supaya hidupnya berkah. Kita ini kan seperti kurang berkah, kekayaan alam melimpah tapi miskin,” ujar Jaih.

MUI memberi masukan kepada lembaga BPJS terkait hasil ijtima ini, seperti halnya bank konvensional atau asuransi konvensional yang kemudian lahir bank dan asuransi syariah.

“Saya kira BPJS silakan jalan, dan juga dibentuk BPJS syariah,” tutupnya.

Tak Harus Ditaati

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (DPN APSI), Mustolih Siradj mengatakan, fatwa yang dikeluarkan MUI tidak serta merta menjadi suatu hukum yang harus diikuti begitu saja oleh masyarakat.

“Fatwa MUI itu tidak mengikat bagi warga negara, karena bukan produk perundang-undangan. Harus diingat, MUI itu sama dengan ormas lain seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah. Dia bukan lembaga negara. Maka itu fatwa MUI tidak wajib ditaati termasuk soal fatwa haram terkait dengan BPJS,” kata Mustolih di Jakarta, sebagaimana Okezone lansir, Kamis.

Menurut Mustolih, fatwa itu sendiri memiliki sifat yang bisa berubah (tentatif) yang dipengaruhi oleh perubahan zaman, tempat maupun waktu.

“Fatwa itu sendiri sifatnya relatif terkait dengan perkembangan hukum dan tunduk pada perubahan zaman maupun waktu seperti yang dibilang Imam Asy-Syatibi yaitu taghayyurul ahkam ‘ala taghayyurul amkinah wal azminah, yang artinya hukum bisa berubah tergantung perubahan tempat dan waktunya,” tutup Mustolih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya