SOLOPOS.COM - Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta (UTP) menggelar program pendampingan dan sosialisasi di Dukuh Jatirejo, Desa Demangan, Kecamatan Sambi, Boyolali. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan (UTP) Surakarta menyelesaikan program pendampingan dan sosialisasi di Dukuh Jatirejo, Desa Demangan, Kecamatan Sambi, Boyolali belum lama ini.

Program pendampingan petani ini diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Achmad Fatchul Aziez, M.P dengan enam anggota yang terdiri atas dua dosen Fakultas Pertanian dan empat mahasiswa. Program ini mengambil tema Pendampingan Petani dalam Pemanfaatan konsorsium bakteri endofit dan pupuk serta pestisida organik berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan produktivitas padi di lahan sawah tadah hujan.

Promosi BRI Kembali Gelar Program Pemberdayaan Desa Melalui Program Desa BRILiaN 2024

Dalam keterangan tertulis, Prof Aziez menjelaskan alasan memilih di Desa Demangan, Kecamatan Sambi, Boyolali karena lahan di wilayah tersebut merupakan sawah tadah hujan.

Petani di sana disebut juga jarang menggunakan pupuk organik sehingga produktivitasnya cukup rendah termasuk padi sehingga perlu pendampingan dengan menggunakan teknologi antara lain pemanfaatan bakteri fotosintetik dan pupuk maupun pestisida organik.

“Kami menyebutnya produk ini adalah produk kearifan lokal. Pembuatan pupuk organik bahan-bahannya tidak harus beli tapi memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sana, jadi petani bisa menghemat pupuk kimiawi yang harganya lumayan mahal. Padajal dampak pupuk kimiawi tanahnya makin lama akan makin kurus, tandus, sedangkan dengan menggunakan pupuk organik makin lama malah makin subur,” jelas Aziez.

Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan salah satu petani Desa Demangan, Didik Suprapno yang mengatakan jika di daerahnya merupakan lahan kering atau lahan pertanian tadah hujan yang saat musim hujan bisa menanam padi 2 kali akan tetapi jika musim kemarau seperti ini hanya bisa menanam palawija.

Didik mengaku dirinya dan kelompok tani di desa tersebut masih terbiasa menggunakan pupuk kimiawi yang berlebihan sehingga hasilnya tidak maksimal.

“Saat menggunakan pupuk kimiawi hasilnya palingan hanya 2-3 ton per hektare. Dengan adanya sosialisasi dan pendampingan dari FP UTP ini kami sangat bersyukur. Apalagi kami diajari dan dibekali cara pembuatan pupuk organik di mana bahan yang didapatkan lebih mudah dan harganya juga jauh lebih murah,” ujar Didik.

Program ini dibagi menjadi beberapa tahap bagian pendampingan. Pertama tahap penyuluhan, kemudian tahap praktik membuat bakteri fotosintetik yang juga merupakan bakteri endofit, dan pembuatan mikroorganisme lokal (MOL). Selain itu juga dilakukan pembuatan pupuk organik padat, pupuk organik cair, dan pembuatan pestisida nabati.

Hasil praktik tersebut kemudian digunakan untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi dan palawija.

Antusias

 Salah satu proses pembuatan pupuk organik oleh tim Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta (UTP) belum lama ini. (Istimewa)
Salah satu proses pembuatan pupuk organik oleh tim Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta (UTP) belum lama ini. (Istimewa)

Prof Aziez mengatakan pembuatan produk ini membutuhkan waktu 2 pekan hingga 1 bulan karena harus uji coba di laboratorium untuk mendapatkan hasil yang sesuai dan produk siap digunakan oleh para petani.

“Produk itu membuatnya tidak sehari jadi, kita habiskan waktu hingga 2 minggu – 1 bulan. Nah, selama proses pembuatan tersebut kami tentunya mengerjakan dan melakukan uji coba di lab kampus. Mahasiswa cukup antusias dan mahir dalam proses pembuatan pupuk ini karena mereka sudah terbiasa juga. Produk yang sudah kami serahkan pun sampai sekarang ada yang masih berproses,” jelas Aziez.

Dijelaskan cara pembuatan pupuk organik bisa memanfaatkan bahan-bahan yang sudah ada di daerah tersebut.

“Sebelumnya saya survei dulu ke daearah tersebut, tanaman apa yang bisa digunakan karena tidak sembarang tanaman bisa digunakan apalagi untuk membuat pestisida nabati harus menggunakan tanaman tertentu seperti tanaman pepaya, empon-empon, kenikir,” ujarnya.

Lalu untuk pembuatan pupuk organik itu bisa dibuat dengan menggunakan kotoran hewan seperti kambing, kotoran sapi, atau kotoran ayam. Kemudian ada grajen, jerami, gula, molase, dan sebagainya.

Dia juga menjelaskan cara pembuatan bakteri fotosintetik. Bahan yang diperlukan antara lain telur ayam 2 butir, terasi 10 gram, penyedap rasa 10 gram, lalu jadikan satu masukkan botol atau kemasan air mineral ukuran 600 cc.

“Kemudian dijemur selama dua pekan sampai satu bulan. Larutan ini lalu diambil 10 cc dicampur dengan 1 liter air dan semprotkan pada tanaman atau daun tanaman itu akan meningkatkan produktivitas padi dan tanaman lainnya dinamakan dengan bakteri fotosintetik,” paparnya.

Lebih lanjut Prof. Aziez menjelaskan pembuatan bahan dasar pupuk organik cair, padat dan pestisida nabati. Dia dan tim menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) yang digunakan sebagai salah satu bahan dasar atau bahan penting untuk membuat pupuk organik baik itu cair maupun padat dan pestisida nabati.

“Alasan mengapa kami menggunakan MOL ini agar pupuknya cepat jadi,” ujarnya.

Aziez dan tim menilai para petani di Desa Demangan cukup responsif dan mengikuti dengan baik proses pendampingan.

“Para petani cukup aktif. Banyak pertanyaan yang dilontarkan pada kami jadi terlihat antusias, meskipun yang sangat sulit adalah mengumpulkan para petani ini, karena mereka bisanya di hari libur. Tentu saya berharap program ini bisa dilanjutkan pada desa-desa yang lain terutama lahan sawah tadah hujan,” tuturnya.

Salah satu mahasiswa yang mengikuti program pendampingan ini, Dimar Prabawati mengatakan saat melakukan proses uji coba di lab tidak ada kendala. Dia mengaku senang dan bangga karena dapat belajar banyak tentang cara-cara menghasilkan pupuk organik yang ramah lingkungan, sehingga dapat membantu petani lokal meningkatkan hasil pertanian mereka.

“Saya berharap dapat berbagi pengetahuan ini dengan masyarakat setempat, memperkuat keterlibatan mereka dalam praktik pertanian berkelanjutan, dan secara keseluruhan berkontribusi pada pemeliharaan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan Masyarakat,”ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya