SOLOPOS.COM - Gempa Megathrust di Pulau Jawa. (BMKG)

Solopos.com, JAKARTA — Publik belakangan ini dengan pernyataan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati l yang menyebutkan bahwa Jakarta mengalami kelumpuhan akibat gempa megathrust.

Dwikorita mengungkapkan bahwa, video tersebut telah dipenggal oleh pihak tak bertanggungjawab. Video itu sejatinya terjadi saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI pada Kamis (14/3/2024) di Senayan Jakarta.

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

“Saya tengah memberi penjelasan kepada anggota dewan mengenai alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System – InaTEWS) di Bali,” ungkap Dwikorita dilansir dari laman resmi BMKG, Selasa (19/4/2024).

Dwikorita menjelaskan, lumpuh yang dimaksudkan dirinya adalah terputusnya jaringan komunikasi yang disebabkan rusaknya berbagai infrastruktur komunikasi seperti Base Transceiver Station (BTS) akibat gempa megathrust.

Hal inilah yang coba diantisipasi BMKG dengan pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System – InaTEWS) sebagai fungsi back up/cadangan di Bali, meskipun di Jakarta sudah ada.

Keberadaan gedung InaTEWS di Bali ini sebagai bagian dari mitigasi dan manajemen risiko dalam kondisi darurat apabila sewaktu-waktu operasional InaTEWS di Kemayoran Jakarta mengalami kelumpuhan.

Hal ini didasarkan pada skenario terburuk yaitu jika gempa terjadi di lepas pantai Samudra Hindia pada jarak kurang lebih dari 250 kilometer dari tepi pantai.

Dalam skenario terburuk tersebut, lanjut Dwikorita, gempa megathrust berkekuatan M 8.7 diperkirakan dampaknya mampu melumpuhkan operasional InaTEWS BMKG di Jakarta, karena terputusnya (lumpuhnya) jaringan komunikasi, ataupun robohnya Gedung Operasional lama yang tidak disiapkan tahan gempa dan likuefaksi.

Fakta Gempa Megathrust Pulau Jawa

Dalam catatan BMKG, ancaman gempa besar bukan sekadar ramalan. Kepala BMKG Dwikorita dalam pemberitaan 2022 lalu mengungkapkan bahwa ada potensi gempa megathrust dengan magnitudo (M) 8,7 di pantai selatan Jawa Tengah.

Hal itu disebabkan Kabupaten Cilacap berada di pantai selatan Jawa Tengah yang menghadap langsung zona tumbukan lempeng antara lempeng Samudra Hindia dan lempeng Eurasia.

Menurut dia, tumbukan lempeng tersebut merupakan zona gempa megathrust yang skenario terburuknya apabila terjadi gempa di pusat tumbukan itu kekuatannya mencapai M 8,7.

“Ini bukan prediksi, bukan ramalan, belum tentu terjadi. Itu bukan hanya analisis pakar gempa bumi dan tsunami dengan memperhitungkan kemungkinan terburuk,” kata Dwikorita.

Kemungkinan terburuk itulah yang menjadi dasar acuan untuk melakukan mitigasi, yakni upaya untuk mengurangi atau mengendalikan risiko agar bila sewaktu-waktu terjadi gempa atau tsunami, masyarakat sudah siap baik sarana-prasarananya, keterampilannya untuk menyelamatkan diri, jalur evakuasinya, dan tempat-tempat amannya sudah disiapkan.

Dengan kesiapan yang ada, kata dia, ketika terjadi gempa megathrust berdasarkan skenario terburuk itu, korban jiwanya bisa dihindarkan.

Berikut catatan gempa yang pernah terjadi di pulau Jawa: 

Tahun 1840, 1859, 1867, 1875 magnitudo 7,5.

Tahun 1903 magnitudo 7,9.

Tahun 1921 magnitudo 7,5.

Tahun 1937 magnitudo 7,2.

Tahun 1943 magnitudo 7,1.

Tahun 1977 magnitudo 8,3.

Tahun 1979 magnitudo 7,0.

Tahun 1994 magnitudo 7,6.



Tahun 2006 magnitudo 7,7.

Tahun 2009 magnitudo 7,3.

 

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Ancaman Gempa Megathrust di Jawa Bukan Isapan Jempol, Ini Buktinya”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya