SOLOPOS.COM - Politikus Partai Gerindra Fadli Zon. (JIBI/Solopos/Antara)

Fadli Zon menuding penerbitan Perrpu Ormas sebagai bentuk kediktatoran gaya baru oleh pemerintah.

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Ketua DPR Fadli Zon menuding penerbitan Perppu tentang Ormas secara substantif mengarah pada model kediktatoran gaya baru. Menurut politikus Gerindra ini, opininya didasarkan pada beberapa hal.

Promosi Aset Kelolaan Wealth Management BRI Tumbuh 21% pada Kuartal I 2024

Misalnya, katanya, Perppu Ormas menghapuskan pasal 68 UU No. 17/2013 yang mengatur ketentuan pembubaran Ormas melalui mekanisme lembaga peradilan. Begitu juga Pasal 65, yang mewajibkan pemerintah untuk meminta pertimbangan hukum dari MA dalam hal penjatuhan sanksi terhadap Ormas, juga dihapuskan.

“Bahkan spirit persuasif dalam memberikan peringatan terhadap ormas, sebagaimana sebelumnya diatur dalam Pasal 60, juga sudah ditiadakan,” ujarnya.

Selain itu, Fadli Zon menjelaskan bahwa Perppu tersebut juga tidak lagi mengatur peringatan berjenjang terhadap ormas yang dinilai melakukan pelanggaran. Padahal, hal tersebut sebelumnya diatur dalam Pasal 62 UU No. 17/2013.

“Artinya, kehadiran Perppu tersebut selain memberikan kewenangan yang semakin tanpa batas kepada pemerintah, juga tidak lagi memiliki semangat untuk melakukan pembinaan terhadap ormas. Ini kemunduran total dalam demokrasi kita,” ujarnya, Rabu (12/7).

Fadli Zon juga mempertanyakan ihwal kegentingan dalam perppu itu. Jika merujuk pada konstitusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 dan UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Perppu, perppu dikeluarkan dalam suatu kondisi kegentingan yang memaksa.

“Pertanyaannya sekarang, adakah kondisi kegentingan yang memaksa sehingga pemerintah membutuhkan Perppu? Kegentingan ini harus didefinisikan secara objektif. Tidak bisa parsial,” ujarnya.

Fadli juga memandang perppu akan memunculkan keresahan baru di tengah masyarakat. Pasalnya peraturan itu sarat dengan ancaman terhadap kebebasan berserikat yang sudah dijamin dalam UUD 1945 pasal 28 dan 28E. “Perppu ini mengandung semangat yang sangat jauh dari semangat demokrasi,” ujarnya.

Padahal, penerbitan perppu ini berawal dari polemik ormas yang dinilai tidak sesuai Pancasila, yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Menkopolhukam Wiranto di Jakarta, Senin (8/5/2017) lalu, mengungkapkan keputusan ini diambil pemerintah bukan berarti anti terhadap ormas Islam. Menurut Wiranto, langkah ini semata-mata dalam rangka merawat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

“Selama ini aktivitas HTI telah menimbulkan benturan di masyarakat yang mengancam keamanan dan ketertiban serta keutuhan NKRI, sehingga pembubaran menjadi langkah yang diambil,” jelas mantan Panglima TNI itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya