SOLOPOS.COM - Beberapa saksi, termasuk Jessica Wongso (kanan), dalam rekonstruksi kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin setelah minum kopi di Olivier Cafe. (Istimewa/Detik.com)

Es kopi berujung maut terus disidangkan. Ahli forensi menepis Mirna sakit lambung, atau kemungkinan sianida dimasukkan setelah Mirna meninggal.

Solopos.com, JAKARTA — Selain mempertanyakan kenapa tidak tim forensik tidak melakukan autopsi secara menyeluruh terhadap jenazah Wayan Mirna Salihin, kuasa hukum terdakwa Jessica Kumala Wongso mendebat kesimpulan bahwa korban meninggal karena sianida.

Promosi Dirut BRI dan CEO Microsoft Bahas Akselerasi Inklusi Keuangan di Indonesia

Kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan, mencecar kesimpulan saksi ahli forensik dari RS Bhayangkara Jakarta, dr. Slamet Purnomo. Sebelumnya, Slamet menyebut berdasarkan analisa menyeluruh terhadap data-data laboratorium dan kondisi organ Mirna, korban meninggal karena sianida, bukan karena faktor lain.

Otto secara khusus mempertanyakan soal kandungan sianida di lambung Mirna yang hanya 0,2 mg. Dia pun mempertanyakan kandungan sianida itu bisa mematikan. “Katakanlah kita belum terima hasil pemeriksaan PA [patologi anatomo], tapi hasil lab sudah ada, ada 0,2 mg sianida di lambung, tapi di hati, urine, empedu tidak ada, apa bisa mematikan?” tanya Otto di PN Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2016) siang.

Sebelumnya, Slamet memaparkan batas toleransi sianida dalam tubuh yang membuat orang mati adalah 2,5 mg/kg berat badan. Jadi seandainya berat badan korban 60 kg, maka batas toleransi sianida dalam tubuh adalah 150 mg.

Menanggapi pertanyaan itu, Slamet mengulangi penjelasannya bahwa salah satu dari lima pertanda orang terkena sianida telah terpenuhi sedikitnya beberapa unsur, yaitu ciri fisik bibir yang tererosi, dan lambung yang berwarna hitam, serta reaksi Mirna yang kepanasan (terekam di CCTV).

“Kenyataannya hanya 0,2, mematikan ga?” cecar Otto. “Tidak mematikan, tapi dokter mendiagnosa harus memeriksa semua, tidak hanya 0,2 mg itu saja, banyak runtutannya sangat cocok dengan sianida. Bapak enggak tau kerjanya dokter kayak apa, setelah saya dengar keterangan dsb, maka saya bisa mendiagnosa,” ujar Slamet.

Otto kemudian mencecar soal lain, yaitu kenapa hanya 0,2 mg sianida di tubuh Mirna dan hanya ditemukan di lambung, bukan hati, empedu, atau urine.

“Dari lambung, masuk ke peredaran darah, masuk ke hati jadi asam mefeanat dan NH4, dikeluarkan lewat kencing. Reaksinya seperti biasa seperti makanan,” kata Slamet.

“Seharusnya ada di hati ya?” tanya Otto lagi. “Ada,” jawabnya. tapi karena matinya begitu cepat, prosesnya terjadi hitungannya detik lho Pak. Saya minta Pak Hakim menjelaskan [ke kuasa hukum], karena prosesnya sangat cepat, bahkan tidak sampai ke usus halus, dosisnya besar sekali 2x lipat dari [lethal dosis],” kata dia.

Slamet juga menampik kemungkinan lain yang ditanyakan pengacara Jessica, termasuk jika sianida itu dimasukkan setelah Mirna meninggal dunia. Dia menutup kemungkinan itu karena tak ada bekas luka di tubuh Mirna.

“Dengan adanya racun yang seharusnya tidak ada di dalam tubuh, pasti dari luar. Dari mana? Di CCTV kita lihat. Orang yang sudah mati bisa dimasuki sianida, tapi kerusakannya tidak seperti itu. Salah satu keahlian ahli forensik adalah menentukan sianida itu dimasukkan saat hidup atau mati,” tegas Slamet.

Dia juga menampik kemungkinan penyakit lambung di tubuh Mirna. “Kalau lambung kronis, ada tanda intravital, yaitu kumpulan sel darah berisi baksil atau jaringan yang sudah mati, sehingga ada benjolan di tempat tersebut. Ini tidak ada.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya