SOLOPOS.COM - Ilustrasi pengeringan mebel kursi anyaman enceng gondok (Dok/JIBI/Solopos)

  Ilustrasi pengeringan mebel kursi anyaman enceng gondok (Dok/JIBI/Solopos)


Ilustrasi pengeringan mebel kursi anyaman enceng gondok (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Eksportir mebel berskala kecil dan menengah di Soloraya membentuk Usaha Bersama (UB) Solo Kayu Resmi (SKR).

Promosi BRI Group Berangkatkan 12.173 Orang Mudik Asyik Bersama BUMN 2024

Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya memudahkan perolehan izin ekspor ke Eropa mengingat biaya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sangat mahal.

Selama ini, Eropa merupakan pasar terbesar bagi ekspor mebel Indonesia sehingga banyak pengusaha mebel khususnya di Soloraya yang mebutuhkan SVLK tersebut.

UB SKR terdiri atas enam perusahaan gabungan yakni CV Aulya Solo, Mirah Delima Art Solo, Kayu Indah Kreasinda Sukoharjo, Nuansa Kayu Bekas Sragen, Arya Sena Colomadu, dan Andatu Jati Arjuna Sukoharjo.  Grup tersebut merupakan yang pertama ada di Indonesia dengan total kapasitas produksi sekitar 947.680 unit per tahun.

“Pembentukan grup SVLK cukup meringankan kalangan eksportir furniture, mengingat biaya untuk proses pengurusan sertifikat tak sedikit. Terutama bagi kalangan eksporter yang masih berskala kecil menengah,” ungkap Ketua UB SKR, Sunarti, saat ditemui wartawan di sela peluncuran UB SKR, di Soga Resto, Kamis (12/9/2013).

Sunarti menjelaskan masing-masing perusahaan mengeluarkan biaya sekitar Rp11 juta. Biaya itu terutama untuk mengurus revisi perizinan, administrasi, dan lainnya. Dia juga mengatakan mendapat bantuan dari Multistakeholder Forestry  Programme (MFP) untuk membayar biaya pendampingan senilai Rp 60 juta.

Kebutuhan Mendesak

Dia menuturkan awalnya ada sekitar 25 eksportir yang ingin bergabung dalam usaha bersama tersebut. Namun, beberapa diantaranya tidak lolos saat pengurusan administrasi dan persyaratan lainnya. “Terakhir, ada tujuh perusahaan yang akan bergabung tapi ada satu yang belum lolos. Kami resmi mengantongi sertifikasi SVLK per tanggal 27 Maret 2013,” ujarnya.

Sunarti menuturkan sertifikat SVLK merupakan kebutuhan mendesak bagi kalangan eksportir. Apalagi, mulai 1 Januari 2014, ekspor mebel dan kerajinan ke Eropa wajib mengantongi SVLK. Sunarti mengatakan Amerika dan Australia yang juga merupakan pasar potensial untuk ekspor mebel, kemungkinan juga akan menerapkan kebijakan penggunaan SVLK.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia (Asmindo) Soloraya, Yanti Rukmana, mengatakan dari total 100-an perusahaan mebel skala besar yang masih aktif, sekitar 60 persen sudah mengantongi sertifikat SVLK. Menurut dia, beberapa perusahaan masih menunda untuk mengurus SVLK.

Hal tersebut karena proses mengurus SVLK mandiri lebih cepat. Namun, pihaknya tetap mendorong Anggota Asmindo untuk segera memiliki sertifikat SVLK. Paling tidak, sebelum 2014, semua eksportr bisa mengekspor ke Eropa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya