SOLOPOS.COM - Rizal Ramli (JIBI/Solopos/Dok)

Ekonomi Indonesia dinilai menganut paham neoliberalisme sejak Orba sehingga pertumbuhan ekonomi tak pernah masuk fase tinggi.

Solopos.com, JAKARTA — Kesenjangan sosial yang terjadi pada masyarakat Indonesia saat ini dinilai karena Indonesia menganut paham kebijakan ekonomi neoliberalisme.

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 70 tahun merdeka berada pada tahap moderat dan tidak pernah memasuki fase pertumbuhan ekonomi tinggi. “Kita mestinya bisa masuk ke fase pertumbuhan tinggi,” kata Rizal, Jakarta, Selasa (15/9/2015).

Dia menambahkan, meskipun pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Merah Putih berada pada tahap moderat, tingkat kesejahteraan masyarakat nyaris tidak membaik. Hal tersebut dapat terlihat dari indeks pembangungan manusia (IPM). Di dalam indeks itu, diukur mengenai kecukupan gizi masyarakat, makanan, pendidikan, kesehatan, hingga akses terhadap air bersih.

Berdasarkan data UNDP, IPM 2013 mencatatkan Indonesia berada pada posisi 108 dari 187 negara. Nilai IPM pada dua tahun lalu itu mencapai 0,684 atau naik 0,003 dari tahun sebelumnya. Sementara Singapura berada di posisi 9. Kemudian, Malaysia di peringkat 62.

“Itulah yang menjelaskan mengapa tenaga kerja wanita Indonesia [TKW] mau bekerja di Malaysia atau Singapura,” tambahnya.

Tidak sejalannya antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial masyarakat bukan hal yang aneh dan sudah umum bagi negara yang menganut kebijakan ekonomi neoliberal.

Rizal menilai, Indonesia sejak Presiden Soeharto hingga sekarang menganut kebijakan ekonomi neoliberalisme. Kebijakan yang pada dasarnya segala sesuatu diserahkan kepada mekanisme pasar membuat kesenjangan antara yang kaya dan miskin semakin tinggi.

Saat ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rasio gini (statistik yang menunjukkan tingkat kesenjangan) Indonesia 2008-2013 terus mengalami peningkatan. Pada 2008, kesenjangan mencapai 0,35, kemudian menjadi 0,37 pada 2009, naik di posisi 0,38 pada 2010, 0,41 pada tahun selanjutnya dan 2012. Terakhir, rasio ketimpangan naik 0,003 menjadi 0,413 pada 2013.

Agar pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dapat berjalan beriringan. Rizal Ramli mengatakan Jakarta bisa melihat contoh kasus yang terjadi Brasil dan China. Brasil, dia menambahkan, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraannya pernah tumbuh bersama saat berada di bawah pimpinan Presiden Luiz Inacio Lula da Silva.

Hal tersebut dapat terjadi lantaran Lula melakukan banyak investasi dalam bidang sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan makanan. “Pokoknya hal-hal yang diperlukan rakyat. Dia [Lula] fokus di situ,” tambahnya.

Beberapa hari yang lalu, guna meningkatkan perekonomian Indonesia, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan sejumlah paket kebijakan ekonomi. Salah satunya adalah memperkuat daya beli masyarakat dengan memberikan tambahan dana desa untuk membangun infrastruktur secara padat karya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya