SOLOPOS.COM - Ilustrasi tentara di medan perang. (Freepik.com)

Solopos.com, JAKARTA — Dunia internasional meminta Sudan untuk menyetujui gencatan senjata selama 3 hari pada masa Idulfitri yang dimulai dari Jumat (21/4/2023).

Seruan itu datang dari berbagai pihak, termasuk menteri luar negeri Amerika Serikat, Saudi Arabia, Qatar, presiden Turki, kepala intelijen Mesir, Sekretaris Jenderal PBB, serta para pemimpin Sudan Selatan dan Ethiopia.

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pun mengimbau faksi-faksi yang bertikai di Sudan untuk mengurangi kekerasan dan memberi kesempatan bagi warga sipil untuk mencapai daerah yang aman.

Dalam hal ini, terdapat dua faksi dari pemerintah militer Sudan yang sedang berseteru, yaitu tentara dan paramiliter RSF (Rapid Support Forces).

Selain itu, juga terdapat kelompok-kelompok pemberontak di wilayah Darfur yang masih dilanda konflik. “Saya mengimbau gencatan senjata dilakukan setidaknya selama 3 hari menandai perayaan Idulfitri untuk memungkinkan warga sipil yang terjebak di zona konflik melarikan diri dan mencari perawatan medis, makanan, dan pasokan penting lainnya,” kata Guterres, dilansir Bisnis dari Al Jazeera, Jumat (21/4/2023).

Akibat situasi Sudan yang tidak kondusif, ribuan warga sipil telah melarikan diri dari ibu kota Khartoum dan sejumlah besar masyarakat juga menyeberang ke Chad demi menghindari pertempuran di wilayah barat Darfur.

Saat ini, AS pun memiliki kekhawatiran terhadap situasi di Sudan dan mempertimbangkan untuk mengevakuasi kedutaannya di Khartoum jika kekerasan dan konflik terus berlanjut Pihaknya menyatakan siap untuk mengirim lebih banyak pasukan ke wilayah tersebut sebagai respons terhadap situasi yang terjadi.

Berdasarkan laporan, lebih dari 330 orang telah tewas sejauh ini dalam perebutan kekuasaan dengan kekerasan yang pecah akhir pekan lalu.

Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan penghentian permusuhan sebagai prioritas segera dan meminta agar warga sipil yang terjebak di zona konflik diizinkan untuk melarikan diri dan mendapatkan akses ke perawatan medis, makanan, dan perbekalan lainnya.

Guterres menyampaikan bahwa terdapat dukungan yang kuat dari para pemimpin ini untuk mengakhiri kekerasan di Sudan dan memberikan prioritas pada upaya penghentian pertempuran demi kepentingan kemanusiaan, terutama bagi warga sipil yang terjebak di zona konflik.

 Lindungi WNI

Sementara itu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi meminta pemerintah Sudan melindungi warga negara Indonesia (WNI) yang terdampak konflik militer bersenjata di negara itu.

Pasalnya, sejak pertempuran antara militer Sudan (SAF) dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) meletus pada 15 April 2023, beberapa kali Wisma Indonesia dan KBRI Khartoum turut terimbas oleh konflik yang masih berlanjut.

Menanggapi kecenderungan eskalasi konflik, kata Retno, KBRI Khartoum terus melakukan komunikasi dan permintaan perlindungan WNI kepada Kementerian Luar Negeri Sudan.

“Saya juga telah mengirim pesan ke Menlu Sudan untuk meminta pembicaraan melalui telepon. Namun, sampai saat ini belum ditanggapi,” ujar dia ketika menyampaikan pengarahan media secara daring pada Kamis, tentang upaya perlindungan WNI di Sudan.

Pesan tersebut ditegaskan kembali oleh Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI kepada Duta Besar Sudan di Jakarta. Menlu kedua negara diharapkan bisa segera berbicara dan Indonesia meminta pelindungan bagi misi diplomatik dan keselamatan WNI di Sudan.

Sampai saat ini, kata Menlu Retno, situasi di Sudan tidak membaik dan bahkan cenderung terjadi eskalasi. Pertempuran untuk memperebutkan objek-objek vital antara lain terjadi di Istana Presiden, Markas Komando Militer, dan Bandara Internasional Khartoum.

“Titik pertempuran juga terjadi di Markas RSF, salah satunya berlokasi di dekat Universitas Internasional Afrika, di mana banyak WNI bertempat tinggal,” kata Retno.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), korban meninggal mencapai 300 jiwa dan korban luka sudah lebih dari 3.000 orang. Beberapa upaya gencatan senjata pun belum membuahkan hasil.

“Perkembangan ini menimbulkan keprihatinan yang sangat dalam dan kewaspadaan yang sangat tinggi,” ujar dia.

Menyikapi situasi di lapangan, KBRI Khartoum telah melakukan berbagai upaya untuk melakukan evakuasi WNI menuju ke safe house KBRI dan memberikan bantuan logistik untuk para WNI. Sejauh ini, sebanyak 43 WNI telah dievakuasi ke safe house KBRI Khartoum.

KBRI mencatat 1.209 WNI tinggal di Sudan. Sebagian besar dari mereka adalah pelajar dan mahasiswa di ibu kota Khartoum.

Menekankan bahwa keselamatan warga sipil adalah prioritas, Indonesia juga mendesak diadakannya pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk mendorong adanya jeda kemanusiaan guna mengevakuasi para WNI dan menyalurkan bantuan kemanusiaan di Sudan.

“Jeda kemanusiaan sangat penting artinya saat ini. Tanpa jeda kemanusiaan, maka akan sulit melakukan evakuasi dan memberikan bantuan kemanusiaan,” tutur Retno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya