SOLOPOS.COM - Gedung SMP Modern Islamic School Solo yang kini tutup sementara. Foto diambil Selasa (11/7/2023). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati).

Solopos.com, SOLO—Nasib kurang enak dialami SMP Modern Islamic School (MIS) Solo. Tahun ini terpaksa tutup untuk sementara waktu lantaran tidak mendapatkan siswa sama sekali. 

Sekolah yang beralamat di Jl. R.E. Martadinata No.293, Sewu, Kecamatan. Jebres, Solo itu nampak sudah sepi. Gerbang depan tertutup. Namun, pintu samping masih terbuka. Pintu itu menuju kediaman tukang kebun, Katiman.

Promosi BRI dan Microsoft Eksplorasi AI demi Akselerasi Inklusi Keuangan di Indonesia

Kepada Solopos.com, Katiman menyebut sekolah itu sudah tidak ada murid. Hanya tersisa empat murid yang dipindahkan ke SMP PGRI 1 Solo. Termasuk satu guru yang turut pindah mengajar.

Guru tersebut adalah Supriyanta. Pria paruh baya itu sudah mengajar di SMP MIS Solo sejak 2007. Dia rela digaji Rp160.000 per bulan untuk mengajar di sana. Pengabdiannya terbayar, ketika 2014 dia diberikan tunjangan yang cukup. “Sekarang sudah di atas UMR,” kata dia ketika ditemui Solopos.com di SMP PGRI 1 Solo, Selasa (11/7/2023)

Supri membawa keempat muridnya ke SMP PGRI 1 Solo. Dia mengatakan keempat muridnya itu merupakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Satu anak penyandang disabilitas grahita dan tiga lainnya menderita HIV/AIDS. 

“Yang tiga dari yayasan Lentera, disekolahkan ke SMP MIS Solo, awalnya saya juga takut mengajar. Tapi lama-lama saya paham bahwa mereka juga seperti kita, tetap butuh akses pendidikan,” kata dia.

Keempat siswa ABK itu menjadi masalah tersendiri ketika dipindah di sekolah baru. Supri mengatakan tiga siswa yang sedang berjuang melawan HIV/AIDS itu kemungkinan akan belajar secara online.

“Nampaknya sekolah yang baru [SMP PGRI 1 Solo] belum siap, kecuali yang penyandang disabilitas grahita nanti masuk di kelas,” kata dia.

Pria lulusan Pendidikan Sejarah FKIP UNS itu menyebut kendala terbesar SMP MIS Solo adalah persaingan dengan sekolah lain, termasuk sekolah negeri. Menurut dia, sekolah negeri yang gratis, menjadi daya tarik bagi orang tua.

Di sisi lain, SMP MIS Solo telanjur dipandang oleh masyarakat sebagai sekolah ‘buangan’ dan sekolah inklusi. Banyak masyarakat menganggap sekolah inklusi hanya diperuntukkan ABK. “Sehingga orang tua kan enggak mau ke sana, menganggapnya sudah telanjur negatif,” kata dia.

Masalah pendanaan menjadi penyebab lain. Menurut dia, sekolah dengan naungan Yayasan Pendidikan Modern Islamic School Solo yang tidak terlalu besar membuat sekolah itu tidak cukup mendapat uang operasional.

Supri menyebut sempat ada ultimatum ke pihak pengurus yayasan. “Kira-kira masih bisa nggak nih menyelenggarakan pendidikan,” kata dia.

Lalu opsi yang paling memungkian diambil adalah menutup sementara sekolah. Konsekuensinya guru dan siswa harus dipindah. Saat ini hanya Supri dan keempat muridnya yang turut pindah ke SMP PGRI 1 Solo. 

Hal itu dikonfirmasi oleh Guru Bimbingan Konseling (BK), Suci Mindarsi, menyebut keempat siswa tersebut bakal ikut pembelajaran pada Senin (17/7/2023) mendatang.

Dia mengatakan pihaknya juga belum bertemu secara langsung siswa pindahan dari SMP MIS Solo. “Mulai tahun ajaran ini mutasi di sini, hanya ada empat anak yang saat ini kelas 9,” kata dia.

Suci menyebut saat ini SMP PGRI Solo baru menerima enam siswa yang sudah daftar ulang. Dia menyebut masih ada kemungkinan bertambah. Mengingat tidak ada batas waktu untuk PPDB di sekolahnya itu.

“Kalau kita buka terus. Yang jelas kita tinggal menunggu tetesan-tetesan sisa [yang tidak diterima negeri],” kata dia ketika ditemui Solopos.com di kantornya, Selasa.

Pihaknya tidak membatasi kuota untuk penerimaan siswa baru. Dia menyebut masih bisa menampung sampai empat kelas. Mengingat masih banyak ruang kelas yang kosong. Tercatat sampai hari ini, keseluruhan siswa SMP PGRI 1 Solo hanya 45 anak.

“Kelas VII sementara ada 6 anak yang terdaftar, kelas VIII ada 11 anak, dan kelas IX itu ada 24 anak,” kata dia. Selain itu masih ada tambahan 4 siswa dari SMP MIS Solo.

Suci menyebut sekolah melakukan promosi secara tradisional secara verbal. Misal dari alumni memberitahukan ke anak, saudara, atau orang lain. “Memang dari mulut ke mulut,” kata dia.

Pandemi Covid-19 dan program sekolah gratis SMP negeri menjadi faktor utama sekolah swasta seperti SMP PGRI 1 Solo minim peminat.

Saat ini mayoritas siswa SMP PGRI 1 Solo berasal dari keluarga kurang mampu dan ABK. Dia menyebut banyak memfasilitasi anak yang tidak memenuhi syarat bersekolah di sekolah negeri atau sekolah lain. “Siapa lagi kalau bukan sekolah swasta seperti kita,” tambah dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya