Solopos.com, JAKARTA–Dugaan praktik jual beli penyelesaian kasus dengan restorative justice mengemuka. Hal itu dibeberkan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Adang Daradjatun dalam rapat bersama Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK), di Gedung Parlemen, Senin (16/1/2023).
Informasi yang dihimpun Solopos.com dari sejumlah sumber, Rabu (18/1/2023), Adang menemukan dugaan jual beli penyelesaian kasus melalui keadilan restoratif saat turun ke lapangan. Dia meminta pihak terkait mendalami kasus itu.
Promosi Tenang, Asisten Virtual BRI Sabrina Siap Temani Kamu Penuhi Kebutuhan Lebaran
Menurut dia, tujuan restorative justice sudah bergeser. Penyelesaian kasus dengan restorative justice dimanfaatkan kalangan mampu untuk membeli keadilan agar terhindar dari pengadilan.
Dikutip dari Antara, pada 2022 penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif di kepolisian mengalami peningkatan sebanyak 1.672 perkara atau 11,8%. Pada tahun tersebut tercatat ada 15.809 pekara yang diselesaikan melalui keadilan restoratif. Sedangkan pada 2021, ada 14.137 perkara.
Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyelesaikan ribuan perkara dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice pada periode 2020-2022.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan sudah ada 2.103 kasus yang diselesaikan Kejagung dengan menerapkan restorative justice.
“Terkait penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, sejak dicanangkan pada 2020, Kejaksaan sudah menghentikan penuntutan sebanyak 2.103 perkara,” kata Burhanuddin dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (23/11/2022).
Dia memerinci pada 2020 sebanyak 230 perkara diselesaikan dengan penerapan cara tersebut. Kemudian, pada 2021 sebanyak 422 perkara dan 1.451 perkara pada 2022.