SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mensahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (RUU-PLP2B) menjadi Undang-undang.

Dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Rabu secara aklamasi seluruh fraksi yang hadir yakni Partai Golkar, PDI Perjuangan, PDS, PBR, PPP, Partai Demokrat, PAN dan PKS menyetujui diundangkannya perlindungan lahan pertanian pangan.

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

Menteri Pertanian Anton Apriyantono dalam sambutannya mengatakan, RUU PLP2B merupakan pengaturan lebih lanjut dari UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sesuai yang diamanatkan dalam ketentuan pasal 48 ayat 2. Pengaturan tersebut merupakan antisipasi atas terjadinya perkembangan zaman dan kebutuhan dalam pemanfaatan lahan oleh berbagai sektor yang akhir-akhir ini semakin berkembang pesat.

“Bahkan kadang-kadang berpotensi menimbulkan konflik pemanfaatan ruang antar sektor maupun subsektor,” katanya.

Menurut dia, sudah sepantasnya upaya perlindungan lahan pertanian pangan tidak saja dilakukan terhadap lahan pertanian pangan yang sudah ada agar fungsinya berkelanjutan. Terhadap lahan-lahan potensial yang berfungsi sebagai lahan cadangan perlu pula mendapat perlindungan berdasarkan undang-undang ini.

Dengan demikian, lanjutnya, di masa depan ada jaminan dan kepastian hukum untuk melakukan perluasan lahan dalam upaya mengantisipasi peningkatan jumlah penduduk dan berimplikasi pada pemenuhan kebutuhan pangan melalui peningkatan produksi.

Selain itu, menurut Mentan, upaya melakukan perlindungan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan tidak hanya terbatas pada perlindungan secara fisik dari ancaman dan gangguan alih fungsi lahan.

Namun juga diarahkan untuk mengembangkan lahan tersebut agar fungsinya dapat lebih optimal dan lebih produktif untuk menunjang peningkatan produksi dan kesejahteraan petani.

“Lebih dari itu terhadap petani sebagai subyek yang mengelola lahan petanian pangan berkelanjutan juga diberikan perlindungan serta pemberdayaan khusus bahkan berbagai insentif baik fiskal maupun on fiskal,” katanya.

Anton menyatakan, bagi sektor pertanian, lahan merupakan faktor utama dan tak bisa digantikan fungsinya dalam usaha pertanian. Oleh karena itu ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan syarat keharusan guna mewujudkan peran sektor pertanian berkelanjutan terutama dalam mencapai ketahanan pangan, kemandirian pangan dan kedaulatan pangan secara nasional.

Sayangnnya, tambahnya, saat ini sumber daya lahan dan air mengalami tekanan yang tinggi akibat peningkatan jumlah penduduk yang masih sekitar 1,34 persen per tahun sedangkan luas lahan relatif tetap terutama di Jawa. Mentan mencontohkan, luas rata-rata kepemilikan lahan di Jawa dan Bali hanya 0,34 hektar per rumah tangga petani.

“Selain makin sempitnya rata-rata penguasaan lahan oleh petani, terjadi juga persaingan tak seimbang dalam penggunaan lahan terutama antara sektor pertanian dengan non pertanian,” katanya.

Dalam pemanfaatan lahan, lanjutnya, pertanian selalu dikalahkan oleh peruntukan lain seperti industri dan perumahan, yang mana laju alih fungsi lahan pertanian tersebut dari tahun ke tahun diperkirakan mencapai 110 ribu ha/tahun.  Menteri mengungkapkan, alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan dampak langsung dan tidak langsung yang sangat besar.

Lahan sawah yang sudah berubah fungsi tidak akan dapat menjadi sawah kembali sehingga berdampak  negatif pada produksi pangan, fisik lingkungan dan budaya masyarakat yang hidup di atas maupun sekitar lahan yang mengalami alih fungsi.

Alih fungsi lahan pertanian subur yang umumnya terjadi di Jawa dan sekitar daerah perkotaan khususnya belum mampu diimbangi oleh upaya sistimatis untuk dapat memanfaatkan lahan-lahan yang relatif kurang subur dan marginal.

“Pengendalian alih fungsi lahan sawah, dan upaya perlindungan lahan pertanian produktif serta perlindungan terhadap petani merupakan salah satu bentuk kebijakan yang strategis guna mewujudkan sistem pertanian yang berkelanjutan serta ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan,” katanya.

Anton menyatakan, setelah disahkan menjadi UU, maka sudah seharusnya substaNsi UU PLP2B menjadi muatan dalam RJPM, RPJP dan Rencana Tahunan baik di pusat, provinsi dan Kabupaten/kota melalui RKP hingga Perda terkait Rencana Tata Ruang Wilayah baik provinsi maupun kabupaten/kota.
 
Ant/tya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya