SOLOPOS.COM - Menkeu Sri Mulyani (tengah) dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (kiri) dan Menkopolhukam Mahfud Md. melakukan konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam, Senin (20/3/2023). (Bisnis.com).

Solopos.com, JAKARTA–Anggota Komisi III sekaligus politikus PDI Perjuangan (PDIP) Arteria Dahlan, belum lama ini, mengatakan ada konsekuensi pidana bagi setiap orang yang membocorkan dokumen dan keterangan terkait pencucian keuangan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Pernyataan Arteria diungkapkan untuk menyikapi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md sebagai orang pertama yang mengungkapkan adanya transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

Belakangan keterangan tersebut direvisi. Mahfud menegaskan transaksi triliunan rupiah di Kemenkeu itu tidak ada sangkut pautnya dengan korupsi.

Dia menyebut transaksi itu terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun beberapa waktu kemudian Mahfud kembali merevisi pernyatannya terkait nilai transaksi janggal yang sebelumnya Rp300 triliun menjadi Rp349 triliun.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Kostitusi (MK) Itu, dugaan TPPU itu tidak semuanya terjadi di Kemenkeu.

Pada Pasal 11 UU TPPU menjelaskan setiap pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan setiap orang yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut UU wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut.

Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut bisa diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Pasal 65 Peraturan PPATK No. 15/2021 menegaskan informasi yang diberikan oleh PPATK bersifat sangat rahasia. Sehingga pada ayat (2), pihak dalam negeri dan pihak luar negeri bertanggung jawab atas kerahasiaan dan keamanan informasi yang diterima.

Pada ayat (3) dalam pasal tersebut, penyalahgunaan data termasuk kebocoran data dapat menjadi dasar untuk tidak menindaklanjuti permintaan Informasi.

Kemudian pada ayat (5), pihak dalam negeri dan luar negeri tidak diperkenankan memberikan, meneruskan, dan mengungkapkan Informasi yang diterima kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari PPATK.

Berdasarkan ayat (6), informasi yang disampaikan oleh PPATK tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan.

Tanggapan Mahfud Md

Mahfud menyatakan siap memberikan klarifikasi terkait informasi tersebut. “Pokoknya, saya Rabu [29/3/2023] datang, nanti yang ngomong-ngomong keras supaya datang juga,” kata Mahfud.

Mahfud menyebut dirinya diundang DPR untuk hadir rapat kerja bersama PPATK pada Rabu mendatang.

“Iya, kan nanti saya hari Rabu diundang ke sana,” katanya.

Mahfud tidak mempermasalahkan dirinya dan PPATK dilaporkan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Bareskrim Polri.

Dia justru mendukung pelaporan tersebut. Menurutnya, laporan tersebut juga akan membuktikan apakah yang disampaikan oleh DPR terkait pelanggaran kerahasiaan data tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu benar atau tidak.

Sebagai informasi, MAKI berencana melaporkan PPATK dan Mahfud MD ke Bareskrim Polri terkait dugaan tindak pidana kerahasiaan dokumen TTPU.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Sebut Transaksi Rp349 Triliun ke Publik, Mahfud MD Bisa Dipidana?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya