SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Repro: beritaekonomi.kiosgeek.com

Jakarta (Solopos.com) — Maskapai penerbangan nasional Lion Air, PT Angkasa Pura II dan Kementerian Perhubungan dinyatakan melakukan perbuatan diskriminasi terhadap difabel (penyandang cacat). Oleh karenanya, mereka dihukum membayar Rp 25 juta dan permohonan maaf di koran nasional.

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

“Mengabulkan sebagian gugatan pemohon. Menghukum tergugat I, II dan III tanggung renteng Rp 25 juta dan memohon maaf di media cetak harian nasional,” kata Ketua Majelis Hakim, Amin Sutikno di PN Jakpus, Jalan Gajah Mada, Jakarta, Kamis, (8/12/2011).

Majelis hakim menilai Lion Air bersalah karena melakukan perbuatan diskriminasi terhadap penumpang, Ridwan Sumantri pada 11 April 2011 silam. Akibat perbuatan ini maka penumpang mendapat kerugian, baik materiil maupun immateril.

“Perbuatan tergugat mengakibatkan perasaan malu dan terhina sebagai orang cacat,” tambah Amin.

Selain itu, majelis hakim juga menghukum PT Angkasa Pura II karena tidak menyediakan lift khusus bagi para difabel. Adapaun Kementerian Perhubungan dihukum karena sebagai regulator lalai akan tugasnya. Yaitu wajib melakukan kontrol dan pengawasan.

“Kemenhub tidak boleh hanya menunggu laporan penumpang tetapi proaktif melihat pemenuhan hak penumpang,” tandas Amin.

Mendapati putusan ini, kuasa hukum Lion Air, Nusirwan langsung menolak keputusan ini dan serta merta menyatakan banding. Menurutnya keputusan hakim melebihi apa yang digugat oleh penggugat. “Hakim dalam memutus juga mempertimbangkan berdasarkan pengamatan sendiri. Bukan berdasarkan fakta persidangan. Selain itu, selama persidangan penggugat tidak bisa membuktikan kerugian yang dialami. Kami banding,” kata Nusirwan.

Gugatan ini bermula ketika Ridwan, warga Pondok Bambu, Jakarta Timur hendak terbang menuju Denpasar pada Senin 11 April 2011 dari Bandara Soekarno-Hatta. Ridwan merasakan perlakuan diskriminatif usai melakukan check in.

Awalnya dia meminta tempat duduk bagian depan supaya tidak terlalu jauh digendong. Nyatanya, dia mendapat seat 23 A atau bagian tengah.

Diskriminasi lainnnya yaitu dia dipaksa menadatangani surat sakit. Tercantum pula jika sakitnya menyebabkan penumpang lain sakit, maka dia yang harus menanggung. Dirinya sempat protes hingga penerbangan molor selama 40 menit. Di ujung pemaksaan, petugas Lion Air mengancam apabila tidak mau menandatangi surat sakit, maka Ridwan harus turun.

Diberi pilihan tersebut, mau tidak mau dia menandatangai surat perjanjian tersebut. Selain itu dia juga ada pekerjaan penting di Denpasar yang tidak mungkin ditinggalkan. (dtc)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya