SOLOPOS.COM - Yusril Ihza Mahendra (Dok/JIBI/Bisnis Indonesia)

Solopos.com, JAKARTA – Yusril Ihza Mahendra menanggapi santai pernyataan Waketum Partai Demokrat (PD) Benny K. Harman yang menyebut cara berpikirnya dalam permohonan uji materi AD/ART PD seperti Adolf Hitler.

Yusril menyebut Benny Harman adalah salah satu mahasiswanya di Pascasarjana Universitas Indonesia (UI).

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

“Seingat saya, Benny Harman mengikuti kuliah saya, Filsafat Hukum dan Teori Ilmu Hukum, ketika dia mahasiswa Pascasarjana UI. Peserta pascasarjana tidak mengesankan dirinya penganut paham Totaliter Nationale Sosialismus atau Nazi,” kata Yusril seperti dalam keterangannya yang dikutip Detik.com, Senin (11/10/2021).

Baca Juga: Dari Teman, Kini SBY dan Yusril Saling Berhadapan 

“Di kampus pemikiran hukum filsafat hukum, Yusril malah dianggap terlalu Islam. Di zaman Orba, Panglima Kopkamtib Laksamana Sudomo menyebut saya ekstrem kanan,” kenang Yusril.

Yusril juga mengungkapkan dugaan pandangan pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadapnya.

Islam Radikal

Dia menduga pemerintah AS menganggapnya penganut Islam radikal.

“Sampai sekarang (pemerintah AS) nampaknya menganggap saya Islam radikal. Makanya saya tidak pernah dikasih visa untuk masuk ke AS,” sebut Yusril sambil tertawa.

Selain tertawa, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu terkejut atas julukan baru dari Demokrat untuknya.

Yusril merasa beruntung karena tidak dijuluki PKI oleh Demokrat.

Baca Juga: PD: Yusril Bekerja demi Uang, Bukan Demokrasi 

“Dua pekan lalu saya dijuluki ‘pengacara Rp 100 miliar’. Sekarang saya dijuluki lagi sebagai ‘Nazi pengikut Hitler’. Masih untung saya nggak dijuluki ‘PKI’,” ucap Yusril lanjut tertawa.

Yusril bahkan membawa-bawa pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pengacara mantan kader PD yang menggugat AD/ART ke Mahkamah Agung (MA) itu menegaskan dia bukan bagian dari pemerintahan Jokowi.

“Kebijakan pemerintah Presiden Jokowi pun tidak jarang saya kritik. Saya memang bukan bagian dari pemerintah,” tegas Yusril.

Yusril menjelaskan ada 2 undang-undang (UU) yang menjadi pijakan dalam permohonan uji materi AD/ART Demokrat ke MA.

Produk Rezim SBY

Kedua UU itu adalah UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Dia mengingatkan kedua UU itu dibuat ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat Presiden RI, saat Fraksi Partai Demokrat juga menghuni DPR dan Benny K Harman merupakan salah seorang anggotanya.

Dia kemudian balik bertanya ke Benny K Harman.

“Apakah kedua UU yang saya jadikan batu uji adalah produk rezim pengikut Hitler? Kalau begitu maksud Benny Harman, maka pengikut pemikiran Hitter itu adalah Presiden SBY dan DPR zaman itu, termasuk Benny Harman di dalamnya,” tutur Yusril.

Di akhir keterangannya, Yusril menekankan, dalam permohonan uji materi AD/ART Demokrat, tidak ada satu pun literatur Hitler atau Nazi terkait dengan konsep negara totaliter, yang dijadikan rujukan.

“Juga tidak ada satu kalimat pun yang menguji AD Partai Demokrat dengan rasa senang atau tidak senangnya penguasa. Maka, bagaimana Benny Harman bisa menyimpulkan saya mengikuti pikiran Hitler?” pungkas Yusril.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya