SOLOPOS.COM - Ilustrasi kampanye dalam pemilu di sekolah. (Freepik)

Solopos.com, SOLO—Kepala Dinas Pendidikan Kota Solo, Dian Rineta melarang politikus untuk melakukan kampanye di sekolah. Menurut dia, sekolah di Solo harus fokus ke pembelajar, bukan aktivitas politik.

“Gak boleh, kita bebas dari unsur politik. Jadi tidak boleh ada unsur politik, beri stiker atau ikut berpartisipasi juga tidak boleh. Harus clear dan netral,” kata dia ketika ditemu Solopos.com, beberapa hari lalu.

Promosi Bertabur Bintang, KapanLagi Buka Bareng BRI Festival 2024 Diserbu Pengunjung

Aktivitas kampanye bisa saja menyasar guru yang sudah memiliki hak pilih. Meski begitu, sekalipun kedoknya adalah edukasi politik tetap dirasa tidak perlu sampai ke sekolah. “Kan anak-anak belum punya hak pilih juga,” kata dia.

Dari catatan Solopos.com, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan perkara uji materi nomor 65/PUU-XXI/2023 mengubah isi Pasal 280 ayat (1) huruf h UU tentang Pemilu pada Selasa (15/8/2023). Pemohon uji materi adalah Handrey Mantiri dan Ong Yenni.

Semula pasal tersebut melarang peserta pemilu menggunakan tempat ibadah, fasilitas pemerintah, dan tempat pendidikan untuk kampanye. Kemudian MK mengubah pasal itu dengan mencantumkan pengecualian atas penggunaan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan untuk kampanye.

Sebelum diubah, pengecualian itu dijelaskan pada bagian penjelasan UU yang sama. Dalam putusannya itu, MK juga menjelaskan tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah bisa digunakan sebagai tempat kampanye sepanjang mendapatkan izin dari penanggung jawab tempat dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.

Sekretaris Disdik Solo, Abdul Haris, mengatakan aturan aturan untuk partai politik menggunakan fasilitas pendidikan belum ada. Dia menyebut meskipun pemerintah membolehkan harus ada batasan yang jelas. “Jadi walaupun boleh harus ada aturan yang jelas,” kata dia.

Meski begitu, beberapa pihak merasa perlu setidaknya aktivitas politik para calon legislatif atau calon presiden masuk kampus untuk uji gagasan. 

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, menyebut kampus perlu membuka diri terkait kemungkinan adanya topik politik, terlebih saat ini sudah hampir memasuki tahun politik.

“Saya termasuk yang setuju kampus itu menjadi tempat diskusi apa saja, termasuk politik, tidak lagi hal-hal yang perlu ditutup-tutupi,” kata dia dalam Silaturahmi Kebangsaan yang diadakan HMI Solo di UNS, belum lama ini.

Menurut dia, politik bukan satu yang harus dipandang menakutkan atau alergi terhadap politik. Dia menjelaskan politik menjadi alat untuk mencapai tujuan tertentu,

Namun, dirinya berharap penyelenggara pemilu, KPU harus menyusun peraturan teknis yang lebih detail, sehingga masuknya para peserta pemilu ke kampus menjadi produktif.

“Jadi tradisi dialog atau aktivitas yang mengembangkan intelektual itu harus tetap dijaga dan harus diikuti oleh para peserta pemilu,” kata dia.

Dia mengatakan dengan dialog yang dilakukan di kampus, para peserta pemilu itu memiliki visi yang tajam dan program yang konkret. Visi dan program itu juga berdasarkan telaah akademik yang sudah disetujui oleh kampus.

“Jadi orang ingin menjadi calon presiden atau DPR itu orang-orang yang harusnya berdebat dalam publik, termasuk berdebat secara akademik,” kata dia.

Dengan begitu, para politikus yang maju pemilu, menurut dia, bakal mempersiapkan diri secara matang apa yang akan dilakukan ketika menjabat.  “Yang kita harapkan itu dampak kampus ke politik,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya