SOLOPOS.COM - Ilustrasi Grab Car (JIBI/Solopos/Antara)

Dishub Jabar akan membatasi permintaan taksi online yang meningkat tajam di Bandung dan sekitarnya.

Solopos.com, BANDUNG — Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Polda Jabar sepakat menertibkan layanan taksi online di Bandung Raya. Alasannya, kerugian yang diderita angkutan umum legal semakin besar.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Kepala Dinas Perhubungan Jabar Dedi Taufik mengatakan penertiban akan dilakukan setelah pihaknya menandatangani kesepakatan dengan gabungan koperasi angkutan umum Bandung Raya serta Polda Jabar. “Mulai pekan ini Polda Jabar dan para pengusaha akan menertibkan pergerakan taksi online,” katanya di Bandung, Kamis (9/3/2017).

Menurutnya, pertumbuhan taksi online di Jabar terutama di Bandung Raya terbilang cepat dalam dua tahun terakhir. Namun karena belum ada satupun layanan taksi online baik Grab, Gocar, dan Uber yang berubah menjadi badan hukum, maka pihaknya kesulitan mendata. “Perkembangan online ini permintaan masyarakatnya tinggi, jumlahnya kemungkinan ribuan, ini harus dibatasi,” ujarnya.

Dedi mendata layanan angkutan umum di Kota Bandung saat ini untuk taksi mencapai 2.000 unit dan angkutan kota 5.241 unit dengan ceruk pasar yang terbatas. Karena itu pihaknya berharap dengan kondisi yang dikeluhkan para pengusaha dan sopir, penertiban menjadi jalan yang harus diambil. “Sudah ada aturannya, ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi angkutan umum,” paparnya.

Sejak Keputusan Menteri Perhubungan No. 32/2016 lalu keluar, Dedi mengaku pihaknya tidak memberikan satupun perizinan pada layanan online tersebut. Niat baik para pengusaha pun dinilai Dedi nihil karena tak ada satupun yang mengajukan izin. “Identifikasi penertibannya akan ada cara bertindaknya. Kita lihat potensinya dimana saja, masuk ke aplikasinya saja sudah ketahuan,” tuturnya.

Selain penertiban, pihaknya juga sudah meminta agar Kementerian Perhubungan merevisi Permenhub 32 tersebut. Dia mengatakan perlu ada kesetaraan perlakuan antara angkutan konvensional dan online terutama pentingnya layanan online berbadan hukum, memiliki pool, dan melalui uji KIR. “Surat dari kami sudah kirimkan awal pekan ini. Kami minta keseimbangan,” katanya.

Di tempat yang sama, Ketua Kobanter Bandung Dadang Hamdani mengaku keluhan para pengusaha angkutan kota dan taksi di Bandung atas layanan transportasi online sudah sangat mengganggu. Dia menilai pangkal dari persoalan ini Permenhub No. 32/2016. “Ini menimbulkan masalah baru di tengah kegaduhan yang terjadi, pemerintah diskriminatif terhadap angkutan umum yang berpelat kuning. Karena itu harus dicabut,” katanya.

Menurutnya sejak dua tahun terakhir, para pengusaha angkot sudah mengandangkan banyak armada karena tak mampu menggaet penumpang. Pihaknya menghitung dampak dari angkutan online, okupansi di Bandung Raya tergerus hingga 50%. “Dampaknya luas, armada tak beroperasi, banyak supir nganggur,” ujarnya.

Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan para pengusaha konvensional di Bandung Raya gerah karena Permenhub 32 tidak berkeadilan bagi mereka. Para pengusaha sudah mematuhi aturan layanan angkutan umum, sementara online tidak bergeming. “Kalau online ini mau berbadan hukum dan plat kuning serta KIR, mereka [pengusaha] siap menerima,” tuturnya.

Polda Jabar berpegang pada UU No. 2/2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan di mana angkutan umum harus berplat kuning. Selama ini pihaknya sulit melakukan penindakan karena Permenhub 32 malah berlaku sebaliknya dibanding UU Lalin. “Kami menindak sulit, karena memang [angkutan online] tidak ketahuan,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya