SOLOPOS.COM - Harbour mobile crane (HMC) milik Pelindo II disegel penyidik Bareskrim Polri, Jumat (28/8/2015) siang. (Ahmad Mabrori/JIBI/Bisnis)

Pansus Pelindo II mendesak KPK untuk membuka kembali penyelidiki kasus yang melibatkan RJ Lino.

Solopos.com, JAKARTA — Panitia Khusus DPR untuk menyelidiki PPT Pelindo II meminta KPK menyidik perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal yang diduga menyebabkan kerugian negara.

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

Ketua Pantia Khusus (Pansus) Pelindo II Rieke Dyah Pitaloka bersama dua anggota panitia menyambangi Gedung KPK, Senin (17/7/2017), untuk menyerahkan hasil audit investigasi BPK terkait perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja.

“Hasil audit BPK baru pada tahap pertama tentang perpanjangan kontrak JICT. Dalam audit itu, ditemukan kerugian negara sebesar US$306 juta atau setara dengan Rp4,08 triliun,” papar Rieke.

Pansus, lanjutnya, melihat ada indikasi terjadi dugaan penyimpangan atas perundang-undangan serta kerugian negara dalam perpanjangan konsesi yang diberikan kepada Hutchison yang berbasis di Hong Kong tersebut. Dengan demikian, Pansus menilai hal tersebut telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi sehingga pihaknya menginginkan KPK untuk menindaklanjuti hasil temuan tersebut.

“Kalau tidak ada perpanjangan kontrak pada 2015 itu, pengelolaan JICT bisa 100% dilakukan oleh Indonesia. Selain itu nilai kontrak perpanjangan itu lebih rendah dibandingkan kontrak pertama pada 1999,” paparnya.

Rieke juga meminta agar kasus perpanjangan kontrak tidak dipetieskan serta jangan sampai ada intervensi politik yang bisa mengganggu jalannya penyelidikan maupun penyidikan. Kasus ini paparnya, bisa menjadi pintu masuk tata kelola BUMN sehingga bisa lebih profesional dan mampu memberikan manfaat bagi negara.

Selain mengenai persoalan perpanjangan kontrak tersebut, pihaknya juga melihat terjadi dugaan penyimpangan dalam pembangunan Pelabuhan Kalibaru yang mencapai Rp11 triliun. Dengan kapasitas yang sama, menurutnya pembangunan Pelabuhan Teluk Lamong yang dilakukan oleh PT Pelindo III anggarannya hanya sebesar Rp6 triliun.

“Ada pula global bond yang nilainya cukup besar Rp20,8 triliun yang terindikasi diterbitkan tanpa perhitungan matang sehingga PT Pelindo II, BUMN milik Indonesia harus membayar bunga Rp1,2 triliun. Padahal uang itu bisa digunakan untuk membangun pelabuhan lain,” terangnya.

Ketua KPK Agus Rahardjo membuka peluang untuk menyelidiki dugaan kerugian negara terkait perpanajangan kontrak pengelolaan pelabuhan tersebut. Dalam waktu dekat pihaknya akan membentuk tim gabungan yang terdiri dari KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menyelidiki hasil audit BPK tersebut.

Langkah pertama yang dilakukan oleh tim tersebut adlaah melakukan klarifikasi ke KPK. Pihaknya juga berjanji akan menginformsikan perkembangan penyelidikan ke setiap anggota Pansus sehingga dengan cara ini pihaknya bisa dikontrol dan dimonitor.

Sejauh ini KPK baru menetapkan Richard Joost (RJ) Lino, mantan Dirut PT Pelindo II, dalam dugaan korupsi pengadaan pembelian mobile crane. Kasus ini tersendat lantaran penyidik butuh waktu yang lebih lama untuk mengetahui harga crane yang diadatangkan dari China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya