SOLOPOS.COM - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno. Foto diambil di Solo Techno Park, pada Jumat (14/8/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, JAKARTA – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno optimistis target lama tinggal 7 hari dan belanja US$100 dari lebih dari 4,5 juta wisatawan mancanegara akan tercapai.

Dia menyebut meskipun saat ini kondisi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) tengah dihadapkan dengan permasalahan polusi udara, tetapi menurutnya hal tersebut tak mengurangi minat wisata di Tanah Air.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Meski begitu, Mantan wakil Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan bahwa permasalahan polusi udara tetap menjadi urusan yang harus segera dibenahi lantaran membawa citra Negara. Tercapai, karena kita sekarang secara kualitas lama tinggalnya masih tinggi dan belanjanya sudah 3 kali lebih.

Namun yang menjadi catatan kalau kita tidak tangani secara serius dengan sebuah pendekatan kedaruratan atau sense of urgency, ini kita bisa berpotensi merusak reputasi Indonesia.

“Optimistis tercapai, karena sekarang secara kualitas lama tinggalnya masih tinggi dan belanjanya sudah 3 kali lebih. Namun yang menjadi catatan kalau kita tidak tangani secara serius dengan sebuah pendekatan kedaruratan atau sense of urgency, ini kita bisa berpotensi merusak reputasi Indonesia,” ujarnya di Ballroom Ritz Carlton, Sabtu (2/9/2023) seperti dilansir Bisnis.com.

Sandi mengatakan wisatawan pun mampu melihat sendiri kualitas udara di Jabodetabek, misalnya dia menyebutkan pada Sabtu (2/9/2023) tingkat polusi berada di angka 150. Namun, di luar Jakarta seperti Bangka Belitung kualitas udara berada di angka 20.

Oleh sebab itu, Ketua Bappilu PPP ini menegaskan kualitas udara masih menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak, dia pun mendorong agar masyarakat mulai menerapkan peralihan dari kendaraan pribadi menjadi transportasi umum yang berbasis energi hijau, serta mengimbau industri untuk beralih ke penggunaan energi hijau dan konsep ekonomi hijau.

“Sekali lagi [polusi] ini merupakan lampu kuning buat kita, karena bergeser dari lampu hijau yang kemarin ke arah suatu fase yang harus kita sikapi dengan penuh kehati-hatian,” pungkas Sandiaga. Sekadar informasi, Kualitas udara di Jakarta terpantau tidak sehat pada Sabtu siang.

Berdasarkan data IQAir, tingkat polusi Ibu Kota berada di angka 154 pada pukul 13.00 WIB. Level tersebut dapat diartikan udara Jakarta tidak sehat untuk dihirup oleh masyarakat Jakarta. Kemudian, tingkat konsentrasi PM2.5 Jakarta saat ini pada level 61,9µg/m³ atau setara dengan 12,4 kali dari nilai panduan kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO).

Sementara itu, suhu di Jakarta hari ini 33 derajat Celcius dengan tingkat kelembapan 73 persen, gerak angin hanya 16,7 km/jam, dan tekanan sebesar 1008 mbar. Sebagai informasi, peringkat kualitas udara Jakarta saat ini masuk dalam kategori berwarna merah yang artinya tidak sehat.

Indikator warna lainnya adalah hijau yang artinya baik, kuning adalah sedang, oranye berarti tidak sehat bagi kelompok sensitif, ungu artiya sangat tidak sehat, dan warna hitam berarti berbahaya.

Kualitas udara Jakarta yang dikategorikan berwarna merah tersebut terjadi dalam kurun waktu 4 hari terakhir, dimana pada 28 Agustus 2023 tingkat polusi ibu kota berada di 153, pada 29 Agustus 2023 berada di 154, dan 30 Agustus 2023 angka polusi meningkat ke 156, serta 184 pada Kamis (31/8/2023) pagi, dan Jumat (1/9/2023) pagi di angka 164.

Di sisi lain, anggota Komisi VII DPR Mulyanto meminta pemerintah untuk menelusuri secara akurat sumber polutan yang mengakibatkan belum terkendalinya polusi udara di Jakarta.

Menurut dia, saat ini polusi sudah makin membuat udara di Jakarta tidak sehat meski Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya sebesar 1,6 Gigawatt (GW) dalam posisi mati/shutdown.

“Jadi memang harus dicari titik penghasil emisinya agar solusi yang dijalankan bisa tepat sasaran,” katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (2/9/2023) seperti dilansir Antara.

Isu terkait polusi udara, lanjutnya, merebak sebelum investment plan dari JETP (just energy transition partnership) yang di dalamnya mengatur kebijakan investasi untuk penghentian PLTU dan diarahkan penyebabnya langsung divonis PLTU.

Padahal, menurut dia, belum tentu sumber polusi udara itu berasal dari PLTU, oleh karena itu pemerintah perlu melacak sumber polutan secara akurat.

“Jangan hanya menyebutkan sektor-sektornya saja. Tapi titik di mana penghasil emisinya,” katanya.

Sampai saat ini, katanya, sepertinya masih ada kesulitan menemukan titik-titik penghasil emisi berupa polutan yang mengakibatkan udara Jakarta makin tidak sehat dan mengajak pemerintah memitigasi sumber polusi.

“Pemerintah harus clear dari data, lalu ambil kebijakan-kebijakan yang langsung menyasar, komprehensif dan efektif. Ini harus ditangani serius,” katanya.

Sesuai dengan Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), lanjutnya, penghasil emisi polusi udara terbesar berasal dari sektor trasnportasi sebesar 44 persen lalu disusul industri manufaktur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya