SOLOPOS.COM - Para wanita di Afghanistan (JIBI/Harian Jogja/Asia Calling & KBR68H)

Para wanita di Afghanistan (JIBI/Harian Jogja/Asia Calling & KBR68H)

Hasibo Be Be, 35 tahun, berasal dari Desa Dragay di Shinwar. Suaminya pernah mencoba menjual dia sebelum pernikahannya yang kedua.

Promosi Efek Ramadan dan Lebaran, Transaksi Brizzi Meningkat 15%

“Saya sudah menikah dengan suami saya selama enam tahun, tapi saya tidak bisa punya anak. Waktu dia menikah dengan perempuan lain, ia memutuskan untuk menjual saya ke laki-laki lain, tapi saya sudah tahu soal rencananya itu. Ketika dia keluar rumah dan keluarganya sibuk kerja, saya melarikan diri di malam hari. Sekarang saya tinggal di rumah kontrakkan,” ujar Hasibo.

Hasibo melarikan diri ke sebuah desa, 50 kilometer dari tempat tinggalnya dan kini bertahan hidup dari penghasilannya yang kecil, menjual telur. Karena suku dan keluarganya mendukung, suami Hasibo Be Be tidak bisa menghentikannya. Tapi ia mengatakan, para perempuan lainnya tidak seberuntung dia.

Meski sudah sepuluh tahun lebih sejak Taliban digulingkan dari kekuasannya di Afghanistan dan para perempuan dewasa dan muda sudah kembali bekerja dan bersekolah, tapi sebagian masih mengalami kesulitan dan tidak sebebas perempuan lainnya. Para lelaki Afghanistan memperlakuan istri mereka bak barang, membeli dan menjualnya sesuka hatinya.

Praktik penjualan istri sudah jadi hal biasa di distrik Shinwar, Provinsi Nangarhar, satu bagian terpencil di bagian timur Afghanistan. Kemandulan, masalah pernikahan dan keingingan untuk punya istri baru, adalah beberapa alasan utama mengapa para lelaki memutuskan untuk menjual istri-istri mereka.

Penjualan ini diatur secara diam-diam antara para lelaki, dan para istri tak bisa menolak. Para istri tak pernah diberi tahu dan terpaksa meninggalkan anak-anaknya.

“Salah satu tetangga saya menikah dengan perempuan lain, tapi ketika ia menikah ia menjual istri pertamanya. Lalu ketika dia menikah untuk ketiga kalinya ia menjual istri keduanya seharga sekitar 30.000 rupiah. Biasanya para suami punya cara untuk menjual isteri mereka dengan cara menipu mereka. Contohnya mereka mengatakan ‘ayo kita jalan-jalan ke kuil’. Itulah yang terjadi dengan tetangga saya. Suaminya mengajak dia pergi jalan-ajalan, tapi sebelumnya dia sudah berbicara dengan seorang laki-laki untuk menjual istrinya. Waktu dia pergi sama suaminya, dia diserahkan ke laki-laki lain,” papar Hasibo.

Dalam banyak kasus, para perempuan di Shinwar, tidak bisa meninggalkan rumah mereka tanpa izin dari suami mereka. Sabreena Hameedi, kepala urusan perempuan di Komisi Independen Hak Azasi Manusia Provinsi Nangarhar, menuturkan, para perempuan di daerah ini diperlakukan seperti benda-benda milik para lelaki.

“Para perempuan digunakan sebagai komoditas. Kami sudah tahu soal berbagai kasus di desa-desa terpencil. Dalam salah satu kasus ini, penjahatnya ditangkap. Kasusnya sedang berjalan di pengadilan. Suami dari perempuan ini diamputasi dan terinfeksi penyakit yang tidak bisa disembuhkan, jadi keluarga laki-laki ini memutuskan untuk menjual sang istri. Ada beberapa kasus yang sama seperti itu juga.
Tidak ada angka resmi jumlah istri yang dijual, tapi para warga desa di Shinwar mengatakan, kadang mereka menyaksikan penjualan dua istri per hari,” apar Sabreena.

Angiza Shinwaree, 28, wakil pemerintah daerah, mengatakan, sedang berjuang untuk menghentikan praktik seperti ini.

“Ada juga tradisi konyol lainnya, tapi penjualan para istri dan perempuan adalah tradisi umum yang paling buruk di beberapa desa seperti di distrik ini. Waktu saya ikut dewan provinsi, saya mulai memperjuangkan hak-hak para perempuan di sini dan waktu saya dengar soal para istri yang dijual atau tentang masalah lainnya, saya langsung melaporkannya ke dewan regional dan polisi,” terangnya.

Namun Angiza menuturkan, pihak berwajib sudah terkenal korup dan membayar para pengantin supaya tidak mengajukan tuntutan mereka.

“Sayangnya karena orang-orang korup dalam berbagai organisasi ini, kadang mereka tidak bisa menghukum siapa saja yang tidak taat hukum. Mereka biarkan para pelanggar karena disuap, jadi itu sebabnya praktik semacam ini masih berlanjut. Kadang mereka yang menjual istri atau melanggar hak-hak perempuan, mengancam saya supaya kasus mereka dibatalkan, tapi saya tidak pernah takut dan saya lanjutkan perjuangan saya melawan tradisi yang tidak baik ini.”

Di tempat terpisah, Montazim, 70, Kepala Suku di Shinwar mengatakan, beberapa tahun belakangan ini jumlah penjualan istri telah menurun.

“Dulu, tradisi ini sudah biasa, masyarakat masih buta huruf. Tapi tingkat penjualannya kini menurun karena masyarakat sudah lebih berpendidikan, mereka sudah tahu soal hak-hak para perempuan. Mereka yang menjual istri adalah orang-orang yang bodoh dan hanya di desa-desa tertentu.”

Menurut Action Aid Survey pada 2011, dua pertiga perempuan Afghanistan merasa lebih aman ketimbang 10 tahun lalu, ketika negeri itu masih di bawah pemerintahan Taliban. Sejumlah kelompok hak-hak azasi manusia mengatakan, sudah ada kemajuan yang besar dan para perempuan Afghanistan kini punya akses yang lebih baik pada pendidikan dan pelayanan kesehatan. Namun di daerah terpencil seperti Nangarhar, kemajuan itu masih berjalan lambat.

Wakil daerah, Angiza mengatakan, cara terbaik untuk menghentikan penjualan istri adalah melalui berbagai inisiatif di tingkat pedesaan.

“Para perempuan yang tinggal di daerah terpencil dan menghadapi berbagai masalah seperti penjualan istri, hanya punya pilihan terbatas. Mereka tidak bisa pergi ke polisi atau organisasi hak azasi manusia. Kami harus mengadakan lokakarya untuk para polisi, kepala suku dan para warga desa supaya kami bisa memberikan mereka pendidikan dan bantuan,” ujar Angiza.

Ghayor Wazir
Asia Calling/Nangarhar, Afghanistan

Artikel ini dimuat atas kerja sama Harian Jogja dengan Asia Calling dan KBR68H. Artikel ini pernah dimuat di situs asiacalling.org/en/about-us/asia-calling-a-kbr68h.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya