SOLOPOS.COM - Calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka berboncengan dengan istri Selvi Anda berkendara menggunakan motor di Jakarta, Minggu (4/2/2024). (Antara/Erlangga Bregas Prakoso)

Solopos.com, JAKARTA — Proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden alias cawapres ditempuh melalui dua pelanggaran etika berat.

Kasus yang terbaru adalah putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) pada Senin (5/2/2024) kemarin.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Dilansir Bisnis.com, DKPP memutuskan bahwa Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari melanggar etika dan dikenakan sanksi peringatan keras terakhir karena dianggap meloloskan Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto.

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan,” ujar Ketua Heddy Lugito, Senin kemarin.

Putusan DKPP merupakan rangkaian dari skandal etika dalam proses pencalonan Gibran. Gibran maju sebagai cawapres setelah putusan Mahkamah Konstitusi No.90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres dan cawapres. Putusan ini dibacakan oleh Anwar Usman, yang tak lain adalah paman Gibran.

Anwar Usman kemudian dicopot dari jabatan Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran etik berat saat memutus perkara tersebut.

Adapun Hasyim dan para komisioner KPU disebut melanggar kode etik penyelenggara pemilu karena melampaui kewenangannya dengan mengirimkan surat ke pimpinan partai politik peserta Pemilu No. 1145/PL.01-SD/05/2023.

Surat itu berisi tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90/PUU-XXI/2023, yang pada pokoknya meminta parpol memedomani Putusan MK itu dalam tahapan pencalonan capres-cawapres. Hasyim sendiri menandatangani surat tersebut.

Hasyim juga dinilai tidak cermat dan tidak profesional dalam menjalankan tugas serta melanggar Peraturan KPU (PKPU) No. 19/2023 saat menerima pendaftaran pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Seusai menerima berkas, Hasyim langsung mengatakan bahwa dokumen pendaftaran paslon tersebut lengkap.

Selain itu, seluruh anggota KPU diduga telah menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran sebelum PKPU No. 19/2023 direvisi atau diubah pada tanggal 25 Oktober 2023.

Akhirnya, pada 13 November 2023, KPU resmi menetapkan Gibran sebagai cawapres peserta pemilu.

Terakhir, anggota KPU juga diduga melanggar kode etik karena menerbitkan surat edaran bukan ke internal KPU, tetapi ke partai politik peserta pemilu.

Rangkaian Skandal Etik

Rangkaian pelanggaran etik dalam pencalonan Gibran itu kemudian direspons oleh sejumlah pihak. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan putusan tersebut tidak boleh dianggap remeh.

Menurutnya, keputusan DKPP itu menjadi dasar legalitas bahwa penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming bermasalah secara etik.

“Keputusannya tidak bisa dianggap main-main karena pelanggaran etik itu sangat serius,” jelas Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024).

Di samping itu, Hasto merasa vonis DKPP ini juga semakin melegitimasi bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memuluskan jalan Gibran maju sebagai cawapres menimbulkan beban yang tak berkesudahan kepada penyelenggara pemilu.

Oleh sebab itu, dia berharap ke depan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) semakin jalankan tugasnya sesuai harapan masyarakat banyak. Hasto meminta KPU dan Bawaslu dengar suara rakyat daripada suara penguasa. “Jangan takut kalau KPU dan Bawaslu menghadapi tekanan,” katanya.

Di sisi lain, Timnas Amin (Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar) meminta Badan Pengawas Pemilu alias Bawaslu untuk menindaklanjuti putusan DKPP tersebut.

Mereka menganggap bahwa putusan ini menjadi catatan hitam buruknya perjalanan demokrasi di Indonesia. Adapun TKN Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani mengatakan bahwa elektabilitas Prabowo-Gibran tidak akan merosot karena sudah sejak lama dipupuk sebelum kampanye dimulai.

Rosan berpandangan isu mengenai sanksi peringatan keras ke ketua dan anggota KPU tidak akan membuat elektabilitas merosot meskipun sanksi peringatan keras itu masih terkait Cawapres Gibran Rakabuming Raka.

“Saya yakin elektabilitas Prabowo-Gibran tidak akan terpengaruhi sama sekali karena proses elektabilitas ini sudah berjalan lama ya,” tuturnya, di Jakarta.

Rosan mengatakan bahwa TKN Prabowo-Gibran juga tidak mau ambil pusing ihwal putusan DKPP terhadap komisioner KPU tersebut.



Pasalnya, kata Rosan, putusan dari DKPP kepada KPU tidak akan mempengaruhi dan berdampak terhadap Cawapres Gibran Rakabuming Raka.

Menurutnya, meskipun DKPP mengeluarkan putusan tersebut, Gibran Rakabuming Raka tetap akan mengikuti kontestasi Pemilu 2024.

“Bagi kami yang terpenting itu putusan dari DKPP tidak mempengaruhi pencalonan, itu yang penting,” katanya.

Pencalonan Tetap Sah

DKPP hanya memutus pelanggaran etik. Namun demikian, muncul pertanyaan apakah putusan itu bisa berimbas kepada pencalonan Gibran sebagai capres dalam kontestasi Pemilu 2024?

Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid berpendapat sanksi DKPP kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari tidak akan berdampak apapun kepada pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

“Tidak mempunyai implikasi konstitusional serta hukum apapun terhadap pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto Gibran dan Rakabuming Raka. Eksistensi sebagai legal subject Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden adalah konstitusional serta legitimate,” katanya seperti dilansir dari Antara, Selasa (6/2/2024).

Fahri menerangkan dalam membaca putusan DKPP ini harus dilihat pada dua konteks yang berbeda, yaitu pertama status konstitusional KPU sebagai subjek hukum yang diwajibkan untuk melaksanakan perintah pengadilan yaitu Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.

Sementara itu, yang kedua adalah bahwa dalam melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi “a quo” tindakan KPU dianggap tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu, sehingga berkonsekuensi terjadi pelanggaran etik.

Fahri berpendapat bahwa dalam pertimbangan yuridis putusan DKPP mengatakan bahwa dalam melaksanakan putusan MK, tindakan KPU selaku teradu tidak sejalan dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu.

“Artinya KPU seharusnya segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, tetapi pada hakikatnya itu merupakan ranah etik yang tentunya dapat dinilai secara etik sesuai Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,” ujar Fahri.

 

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Rangkaian Skandal Etik Bikin Legitimasi Pencalonan Gibran Lemah?”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya