Solopos.com, SOLO — Usulan pembentukan detasemen khusus (densus) anti korupsi mengemuka seiring terpilihnya Komisaris Jenderal Sutarman sebagai Kapolri baru.
Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM
Ide soal densus anti korupsi ini mulanya dilontarkan anggota Komisi III, Ahmad Yani (Fraksi PPP) dan Bambang Soesatyo (Fraksi Partai Golkar).
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko, dalam sesi Dinamika 103 Solopos FM. Selasa (22/10/2013), mengatakan pihaknya berpikiran positif terhadap ide tersebut.
“Ide ini berangkat dari pengetahuan yang dangkal soal korupsi. Kenapa polisi tidak bisa memberantas korupsi? Tapi kami positive thinking saja,”
Danang menjelaskan, kepolisian dan kejaksaan selama ini mempunyai kewenangan dalam upaya pemberantasan korupsi. Kedua pihak ini bahkan memiliki alat penyadapan, sama seperti yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kenapa polisi dan kejaksaan tidak seperti KPK? Padahal semua kelengkapan sudah ada. Kalau alasannya gaji KPK lebih tinggi, itu bukan alasan.”
Menurut Danang, permasalahan mandeknya upaya pemberantasan korupsi oleh kepolisian maupun kejaksaan karena ada intervensi kepentingan poliitik. Independensi kepolisian mudah diintervensi, sangat berbeda dengan KPK yang sangat independen. “Intervensi bisa dari istana, DPR ataupun Parpol,” tambahnya.
Lebih lanjut Danang mengungkapkan, konsep dari densus anti korupsi ini harus benar-benar dipikirkan. Detasemen ini harus benar-benar independen dan tidak boleh dipengaruhi kepentingan apapun. Danang juga menilai jika Densus ini tidak akan tumpang tindih dengan KPK karena semuanya memiliki kewajiban yang sama dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.