SOLOPOS.COM - Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Peduli Demokrasi membakar becak motor pada aksi tolak politik dinasti di bawah Jembatan Fly Over, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/10/2023). (ANTARA FOTO/Hasrul Said/YU/hp)

Solopos.com, JAKARTA — Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengatakan dinasti politik lumrah terjadi di negara-negara demokratis, baik negara maju maupun negara berkembang.

Menurutnya, suara rakyat yang menjadi penentu apakah dinasti politik itu dipilih atau tidak.

Promosi BRI Bantu Usaha Kue Kering di Sidoarjo Berkembang Kian Pesat saat Lebaran

“Di Amerika Serikat, George H. W. Bush dan anak tertuanya, George W. Bush, keduanya pernah menjadi presiden; sementara anaknya yang lain, John E. Bush, pernah menjadi gubernur di Florida,” kata Denny dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (21/10/2023).

Denny JA menyatakan, hal itu terjadi sebagai konsekuensi dari penerapan prinsip-prinsip demokrasi, terutama prinsip persamaan hak.

Semua warga negara memiliki hak yang sama untuk menjadi pemimpin.

“Seorang warga, entah ia anak petani atau anak presiden, tak boleh didiskriminasi,” tambah Denny seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Selain itu, konstitusi yang merupakan aturan tertinggi di negara demokratis tidak melarang anak pejabat menjadi pemimpin daerah maupun pemimpin nasional saat orang tuanya masih menjabat.

Lagipula, menurut Denny, kesuksesan seseorang yang mengikuti kontes politik di Indonesia ditentukan oleh rakyat melalui pemilihan yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Pada akhirnya, kata dia, penentuan terpilih atau tidaknya seorang pemimpin berdasarkan hasil pemilihan umum.

Dia menuturkan beberapa contoh peran masyarakat dalam persaingan politik di Indonesia.

Misalnya, saat tiga anak Presiden pertama RI Soekarno mendirikan partai, hanya Megawati Soekarnoputri yang sukses menjadi pemimpin partai besar di Indonesia dengan ribuan kader dan simpatisan.

Sementara itu, Sukmawati Soekarnoputri dengan Partai Nasional Indonesia Marhaenisme dan Rachmawati Soekarnoputri dengan Partai Pelopor tidak populer di masyarakat.

“Oleh karena itu, jika Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka (putra sulung Presiden Joko Widodo) terpilih menjadi bakal calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto, rakyat pula yang akan menjadi penentu (di Pilpres 2024),” kata Denny.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyatakan partainya tidak menolak dinasti politik.

Bahkan menurutnya di Partai Golkar ada cukup banyak dinasti.

Yang ditolak Partai Golkar, kata Airlangga, adalah feodalisme di kekuasaan.

Pernyataan tak menolak dinasti politik itu disampaikan Airlangga saat memberikan sambutan dalam peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-59 Partai Golkar, di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Jumat (20/10/2023).

Acara dihadiri sejumlah sesepuh Partai Golkar antara lain Akbar Tanjung dan Agung Laksono serta bakal capres Prabowo Subianto beserta sejumlah pengurus partai anggota Koalisi Indonesia Maju.

“Di Partai Golkar banyak dinasti, Pak Prabowo. Yang kita tentang feodalisme. Ini semua generasi dinasti berprestasi yang dipilih oleh rakyat,” ujar Airlangga yang disambut tepuk tangan hadirin, seperti dikutip Solopos.com dari tayangan KompasTV.

Pria yang menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu lantas membeberkan beberapa kadernya yang berasal dari dinasti politik dan kini menjabat di eksekutif.

Antara lain Bupati Kendal, Jawa Tengah, Dico Mahtado Ganinduto, 33; Bupati Tuban, Jawa Timur, Aditya Halindra Faridzky, 31; Bupati Bintan, Kepulauan Riau, Roby Kurniawan.

Orang tua Dico dan Aditya adalah anggota DPR dari Partai Golkar sedangkan ayah Roby Kurniawan adalah Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad.

Menurut Airlangga, dinasti politik tidak masalah karena yang menentukan terpilih tidaknya adalah rakyat.

Yang terpenting, jabatan dari dinasti politik itu diraih dengan cara yang demokratis dan tidak menggunakan politik uang.



Sebagai informasi, saat ini Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto satu-satunya bakal capres yang belum menentukan bakal cawapresnya maupun mendaftarkan diri ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Gibran didorong menjadi bakal cawapres untuk Prabowo setelah menerima banyak dukungan dari berbagai pihak, termasuk Partai Golkar dan organisasi relawan Projo.

Untuk diketahui, KPU membuka pendaftaran bakal capres dan cawapres untuk Pemilu 2024 pada tanggal 19-25 Oktober 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya