SOLOPOS.COM - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Usman Kansong (Antara/HO-Kominfo)

Solopos.com, SOLO–Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Usman Kansong, mengatakan saat ini indeks demokrasi Indonesia berada dalam posisi stagnan. Salah satu penyebabnya adalah disinformasi di sosial media.

“Kita meraih skor 6.71 pada indeks dekorasi global tahun 2022. Dan skor ini sama dengan tahun 2021, karena itu disebut stagnan. Walaupun ada juga yang mengatakan demokrasi kita mengalami kemunduran,” kata Usman dalam acara Forum Literasi Demokrasi: Demokrasi Damai di Era Digital di Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo, Rabu (23/2/2023).

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

Dia mengatakan meski skor indeks demokrasi Indonesia tetap, namun rangking Indonesia di tingkat global menurun dari 52 pada 2021 menjadi 54 pada 2022. Sedangkan pengukuran yang dilakukan oleh The Economist Intelligence Unit tergolong demokrasi tidak sempurna.

“Demokrasi yang masih ada kekurangan sana-sini, bahkan di kawasan Asia Tenggara saja, tahun lalu kita kalah dari Malaysia dan Timor Leste, serta Filipina meskipun negara-negara tetangga ini masih tergolong demokrasi tidak sempurna juga,” kata dia.

Usman menjelaskan stagnasi demokrasi ternyata tidak dialami oleh Indonesia, namun hampir semua negara mengalami hal yang sama, termasuk Amerika Serikat. “Amerika ini juga mengalami penurunan ketika dipimpin Donald Trump,” ujar dia.

Dia menyebut penyebab stagnasi indeks demokrasi di Indonesia salah satunya adalah disinformasi yang tersebar di media sosial. “Disinformasi itu memang informasi yang sengaja dibuat untuk membelokan opini publik tentang suatu peristiwa yang dijadikan objek disinformasi itu,” terang dia.

Usman mencontohkan pada tahun 2019 ketika pemilu sedang berlangsung terdapat video yang beredar di media sosial. Video itu menggambarkan seolah-olah ada petasan yang dilempar oleh aparat kepolisian ke dalam masjid. “Nah video tersebut disebarkan lewat media sosial,” katanya.

Ada juga informasi yang salah namun disebar oleh masyarakat tanpa adanya unsur kesengajaan. Ini juga bisa menimbulkan kegaduhan dan polarisasi terlebih di tahun politik. “Kalau misinformasi itu tidak ada unsur kesengajaan,” kata dia.

Untuk itu, Usman menegaskan literasi digital menjadi sangat penting. Dia mengatakan sudah menjadi tugas utama Kominfo untuk mengupayakan literasi digital ke masyarakat. Salah satu langah yang diambil melakukan preventif edukatif. “Ini di hulu, jadi dalam menggunakan media sosial perlu mengedukasi masyarakat untuk tidak membuat disinformasi,” kata dia.

Dia mengatakan masyarakat perlu dibekali empat pilar. Pertama ketrampilan menggunakan teknologi digital. “Sebenarnya teman-teman Gen Z tidak perlu diajari keterampilan berdigital, namun ada keterampilan khusus yang harus diajarkan. Misal yang punya UMKM bagaimana cara mengemas, mengedit, dan sebagainya,” kata dia.

Yang kedua, dia mengatakan perlu adanya etika digital atau etika yang harus dijalankan ketika menggunakan sosial media. “Ini penting karena menurut survei Microsoft tahun 20220, warganet atau netizen Indonesia paling tidak sopan sedunia,” ujar dia.

Lalu yang ketiga, Usman menjelaskan harus ada digital culture. Baginya ketika menggunakan sosial media harus memperhatikan budaya yang sudah ada di masyarakat. “Sering sekali di media sosial kerena kita tidak mepertimbangkan kultur, ujaran kebencian dengan leluasanya beredar di media sosial,” tutur dia.

Bahkan, dia menganggap maraknya ujaran kebencian di dunia maya atau media sosial berkorelasi dengan radikalisme dan terorisme di dunia nyata. “Karena ujaran kebencian itu memunculkan kebencian pada satu kelompok tertentu, ketakutan pada kelompok tertentu,” kata dia.

Yang keempat, kata dia, adalah pilar digital safety yang perlu memperhatikan aturan dan undang-undang yang berlaku. “Nanti kalau tidak memperhatikan itu, di kemudian hari bisa berurusan dengan polisi atau dengan Kominfo. Misal kita takedown akunnya,” ujar dia.

Menurut dia, disinformasi tetap perlu diwaspadai apalagi menjelang tahun politik atau pemilu 2024 mendatang. 

“Hasil penelitian Kominfo, melalui AIS [mesin pengais konten milik kominfo], kalau melihat data ketika pemilu 2019, kita mengalami peningkatan disinformasi politik, artinya makin mendekati pemilu disinformasi politik itu makin tinggi,” tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya