SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Peneliti Kebijakan Publik Universitas Islam Indonesia Mahmudi mengatakan, dana aspirasi yang diusulkan oleh Partai Golkar sebesar Rp15 miliar per anggota dewan mendorong terjadinya patronase politik.
Dana ini fokusnya bukan untuk pembangunan, tetapi untuk mencari dukungan, untuk kepentingan poltik, alhasil, dana ini akan mendorong terjadinya patron klien.

“Dana ini fokusnya bukan untuk pembangunan, tetapi untuk mencari dukungan, untuk kepentingan poltik, alhasil, dana ini akan mendorong terjadinya patron klien,” katanya, Senin.

Promosi BRI Meraih Dua Awards Mobile Banking dan Chatbot Terbaik dalam BSEM MRI 2024

Ia mengatakan, dana tersebut lebih difokuskan untuk mencari dukungan politik, sehingga dana tersebut bukan untuk pembangunan nasional, namun kepada kelompok tertentu maupun para pendukung tertentu. “Sehingga kepentingan pembangunan secara nasional terabaikan, yang muncul nantinya adalah patron klien dimana politisi akan meperkuat basis sebagi patronnya,” katanya.

Ia menambahkan adanya dana aspirasi berpotensi menimbulkan kesimpangsiuran kebijakan pembangunan. selain itu, menurut Mahmudi yang juga Peneliti Ekonomi dan Kebijakan Publik di UGM itu, dengan adanya dana aspirasi maka beban APBN akan bertambah. Apalagi bila nantinya hal ini akan dibiayai dengan utang. “Ini akan membuat utang kita bertambah sementara hasilnya tidak produktif,” katanya.

Ia menambahkan, bila kemudian hal itu disepakati, maka ini dapat menjadi contoh di daerah untuk melakukan hal yang sama. Akibatnya akan banyak DPRD yang berusaha untuk ’mengambil’ dana di APBD untuk urusan politik dengan pola yang sama.

“Ini akan jadi semakin semrawut, pembangunan akan terabaikan, sementara rakyat semakin terbebani, dan APBD bisa menjadi tempat yang aman dan legal bagi politisi untuk mengeruk kekayaan,” katanya.

Menurut dia, legislatif memang memiliki hak untuk mengusulkan anggaran, namun untuk pelaksanaannya tetap berada di tangan eksekutif. Ia menilai, bila DPR untuk memperjuangkan daerahnya maka bisa mendorong melalui peningkatan dana bagi hasil pemerintah pusat dan daerah. DPR bisa mengusulkan penggunaan dana bagi hasil dan mengawasinya.

“Namun semua pelaksanaannya ada di eksekutif, sehingga bisa dikontrol, dan diperiksa BPK untuk menghindari terjadinya kebocoran. Mekanisme ini bisa ditempuh, dengan demikian ada sinergi DPR dan Pemerintah,” katanya.
Ia menegaskan, fungsi dewan tidak bisa menjadi eksekutor sekaligus juga menjadikan dirinya bendahara sehingga memegang uang tersebut. “Sebab kalau penyaluran itu melalui DPR akan manipulatif dan tidak efisien,” katanya.

kcm/isw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya