SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi


Jakarta –
Artis Cut Tari, telah memberikan pengakuan kepada penyidik Bareskrim Polri. Presenter infotainment itu mengakui pakaian dalam di video porno bersama Ariel Peterpan adalah miliknya.

“Cut Tari sudah mengakui kalau baju dan bra (pakaian dalam wanita) itu miliknya, tapi dia lupa disimpan di mana,” kata sumber di Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (23/6) sebagaimana dilansir Inilah.com.

Promosi BRI Kembali Gelar Program Pemberdayaan Desa Melalui Program Desa BRILiaN 2024

Bahkan menurut informasi yang beredar, penyidik telah menyita pakaian blus warna hijau muda dan pakaian dalam hitam, milik Cut Tari itu.

Sebagaimana diketahui, dalam video porno berdurasi delapan menit itu, Cut Tari terlihat mengenakan blus warna hijau muda dan pakaian dalam wanita warna hitam. Pakaian itu telah diakui milik wanita berdarah Aceh itu, dan disita penyidik untuk alat bukti.

inilah/isw



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng

Ketika Korupsi Dikorupsi

Ketika Korupsi Dikorupsi
author
Ichwan Prasetyo Jumat, 3 Mei 2024 - 20:34 WIB
share
SOLOPOS.COM - Firman Situmeang (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Korupsi merupakan masalah klasik di Indonesia. Sejak negeri ini merdeka sampai hari ini para pejabat di negeri ini tak pernah takut untuk korupsi. Hal ini dibuktikan dengan banyak kasus korupsi yang membuat pembangunan di negeri ini menjadi terhambat.

Sepanjang 2023 saja, misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima  5.079 laporan masyarakat dengan 161 kasus dalam penyidikan, Kejaksaan menangani 6.601 perkara korupsi dengan 1.462 kasus dalam penyidikan, dan kepolisian menangani 431 kasus.

Promosi BRI Kembali Gelar Program Pemberdayaan Desa Melalui Program Desa BRILiaN 2024

Maraknya kasus korupsi di Indonesia berdampak pada buruknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Menurut data terbaru peringkat IPK, Indonesia kembali mengalami penurunan dari urutan ke-110 pada 2022 menjadi urutan ke-115 pada 2023 dengan 34 poin.

Kondisi tersebut membuat masyarakat berharap banyak agar pemerintah lebih serius dan tegas dalam melawan korupsi. Alih-alih menjawab keresahan tersebut, penegak hukum dan pemerintah justru mempertontonkan sikap yang membuat masyarakat harus mengelus dada.

Koran Solopos

Sebut saja para koruptor yang rata-rata hanya divonis dua tahun penjara, pemberian remisi kepada narapidana korupsi, hingga eks narapidana kasus korupsi diperbolehkan menjadi calon anggota legislatif atau caleg.

Seakan-akan tak puas mengecewakan rakyat, pemerintah kembali mengeluarkan keputusan yang memberikan karpet merah kepada koruptor. Pada 2 Januari 2023 pemerintah bersama DPR mengesahkan KUHP baru yang secara terang benderang menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap koruptor.

Pasal 603 tentang tindak pidana korupsi dalam KUHP baru tersebut mengurangi hukuman minimal koruptor dari yang awalnya  empat tahun menjadi dua tahun penjara dan denda dari minimal Rp200 juta menjadi Rp10 juta. Sebuah perubahan yang tentu saja ditolak banyak pihak, terutama gerakan antikorupsu

Mengerdilkan Korupsi

Ada tiga alasan mengapa KUHP baru direspons negatif oleh masyarakat. Pertama, pengaturan tentang korupsi dalam KUHP baru secara otomatis akan mengubah status korupsi dari yang awalnya pidana khusus menjadi pidana umum.

Asas lex specialis derogat legi generalis dalam tindak pidana korupsi ditinggalkan. Ini akan memunculkan dua konsekuensi, yakni korupsi bukan lagi extraordinary crime, melainkan setara dengan kejahatan lain seperti pencurian, dan kewenangan penegak hukum, khususnya KPK, dalam penanganan kasus korupsi menjadi kabur.

Dampak berikutnya adalah memungkinkan terjadi konflik antarpenegak hukum tentang siapa yang layak mengurus korupsi yang pada akhirnya akan berdampak pada terhambatnya pemberantasan korupsi.

Emagazine Solopos

Guna mengatasi hal tersebut sebenarnya pemerintah bisa menambahkan klausul khusus untuk membagi kewenangan penegak hukum, misalnya untuk korupsi perseorangan ringan diserahkan kepada kepolisian dengan berkoordinasi dengan KPK.

Kemudian korupsi perseorangan sedang atau berat ditangani KPK yang berkoordinasi dengan kejaksaan dan korupsi korporasi diurus kejaksaan dengan bantuan KPK bila dibutuhkan. Sayangnya pemerintah tidak menganggap eksistensi perangkat hukum dalam penanganan korupsi penting adanya.

Kedua, sebelum KUHP baru disahkan pemerintah sudah terlebih dahulu mengesahkan UU Pemasyarakatan yang memungkinkan para koruptor mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat.

Dengan adanya penurunan hukuman bagi para koruptor, mereka akan semakin merajalela. Dengan ancaman hukuman minimal empat tahun penjara saja banyak pejabat dan politikus korupsi karena rata-rata vonis yang diterima para koruptor hanya dua tahun.

Dengan ancaman kurungan minimal dua tahun maka ke depan tidak mengejutkan apabila angka kasus korupsi akan meroket karena mereka yakin hanya akan dipenjara kurang dari setahun atau bahkan dibebaskan secara bersyarat.

Ketiga, tidak dicantumkan uang pengganti korupsi. Sebagaimana diketahui setiap tahun puluhan triliun rupiah uang negara lenyap karena dikorupsi. Oleh karena itu para koruptor seharusnya dituntut mengembalikan kerugian negara.

KUHP baru sekali lagi menunjukkan betapa pemerintah terlalu toleran terhadap koruptor. Pennghapusan label kejahatan luar biasa pada korupsi tentu saja menjadi ironi dan membuat kita kembali mempertanyakan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Interaktif Solopos

Ketika negara-negara Skandinavia  yang dikenal antikorupsi menerapkan hukuman berat bagi tindak korupsi, Indonesia yang notabene rumahnya koruptor justru bertingkah seperti negara bersih sehingga memperlakukan koruptor sedemikian ramah.

Negara sebagai Panglima

Dewasa ini ada anggapan keliru oleh pemerintah bahwa ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia adalah KPK. Anggapan tersebut tercermin dari tindakan pemerintah yang cenderung menormalisasi korupsi.

Ketika banyak pejabat di BUMN terindikasi korupsi, pemerintah tidak tampak berupaya merestrukturisasi BUMN agar antikorupsi. Begitu pula ketika para koruptor diberi vonis rendah dan mendapatkan remisi, pemerintah tak sekalipun memberikan atensi akan hal itu.

Kondisi ini tentu saja memprihatinkan. Apabila kita berkaca pada keberhasilan negara lain dalam mengatasi korupsi, kita dapat melihat bahwa negaralah yang justru menjadi panglima tertinggi dalam pemberantasan korupsi.

Sebut saja Finlandia yang tahun lalu didaulat sebagai negara antikorupsi untuk kali kedua di dunia. Keberhasilan negara Skandinavia tersebut bukan karena ada lembaga antikorupsi, mereka tidak memiliki lembaga khusus untuk itu, namun karena campur tangan negara dalam membangun sistem antikorupsi di berbagai lini dan sektor.

Mulai dari kewajiban memublikasikan pekerjaan atau keputusan pejabat publik, mengategorikan penyembunyian informasi publik sebagai bagian dari korupsi, melarang menteri maupun anggota DPR memangku jabatan lain selain di pemerintahan, pembagian kewenangan yang jelas dalam penanganan korupsi, definisi korupsi yang jelas dan tegas, dan independensi aparat penegak hukum.

Kegagalan pemerintah sebagai panglima pemberantasan korupsi diperparah dengan buruknya kinerja lembaga penegak hukum. Dalam beberapa tahun terakhir kita dipertontonkan dengan tingkah laku dan keputusan aparat penegak hukum yang terkesan pro koruptor.



Sebut saja Mahkamah Agung yang pernah membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 pada 2021 yang berdampak pada banyak koruptor mendapatkan pembebasan bersyarat, memperbolehkan eks narapidana kasus korupsi mencalonkan diri dalam pemilihan anggota legislatif, memangkas hukuman para koruptor, hingga membebaskan para koruptor atas nama keadilan.

Hal serupa ditunjukkan oleh pengadilan negeri di berbagai daerah yang kerap kali membebaskan terdakwa korupsi. Kolaborasi pemerintah, anggota DPR, dan lembaga penegak hukum dalam membentangkan karpet merah kepada koruptor pada akhirnya membuat cita-cita negara memberantas korupsi harus menemui jalan buntu.

Para wakil rakyat yang katanya ingin menyejahterakan rakyat justru berselingkuh dengan koruptor, bersama-sama menyengsarakan rakyat. Inilah salah satu yang membuat agenda reformasi yang menjadi amanat gerakan massa rakyat pada 1998 hanya jalan di tempat, bahkan malah mundur.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 30 April 2024. Penulis adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang, Serang, Banten)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.

PDIP Gunakan KomandanTe, Dua Caleg PDIP Terpilih Karanganyar Batal Dilantik

PDIP Gunakan KomandanTe, Dua Caleg PDIP Terpilih Karanganyar Batal Dilantik
author
Astrid Prihatini WD Jumat, 3 Mei 2024 - 20:25 WIB
share
SOLOPOS.COM - Ketua DPRD Karanganyar Bagus Selo saat diwawancara di Gedung DPRD pada Senin (22/4/2024). (Solopos.com/Indah Septiyaning Wardani)

Solopos.com, KARANGANYAR-Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Karanganyar memastikan dua caleg terpilih tak bisa dilantik karena aturan KomandanTe.

Dua caleg itu masing-masing atas nama Suprapto Koting dari Dapil I meliputi Karanganyar, Mojogedang, dan Matesih, lalu Suyanto dari Dapil IV meliputi Gondangrejo dan Colomadu. Surat pengunduran diri secara sah telah ditangani kedua caleg tersebut.

Promosi BRI Kembali Gelar Program Pemberdayaan Desa Melalui Program Desa BRILiaN 2024

Demikian hasil klarifikasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Karanganyar atas surat pengunduran diri kedua caleg PDIP pada Jumat (3/5/2024). Klarifikasi dilakukan lima Komisioner KPU Karanganyar dengan mendatangi kantor Sekretariat DPC PDIP setempat.

Kedatangan KPU didampingi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Karanganyar ditemui Ketua DPC PDIP Karanganyar Bagus Selo dan jajaran struktural partai. Bagus Selo menyampaikan DPC PDIP Karanganyar tetap berpegangan pada Peraturan DPD PDIP Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2023 yang juga ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Dalam aturan itu PDIP Jateng menerapkan sistem Komandan Te di Pemilu Legislatif (Pileg) kemarin.

Koran Solopos

DPC PDIP Karanganyar menggunakan sistem penghitungan mandiri dan tidak menggunakan aturan KPU untuk menentukan siapa yang berhak duduk di kursi DPRD. DPC PDIP Karanganyar memakai sistem pemenangan elektoral pemimpin berbasis gotong royong bertumpu kepada mesin partai atau disebut dengan Komandan Tempur (Komandan Te).

“Sepanjang aturan itu belum dicabut maka kami tetap menggunakan Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2023 tentang Komandan Te,” kata Bagus kepada Solopos.com.

Bagus menyampaikan surat pengunduran diri kedua caleg terpilih Karanganyar itu sah dan ditandatangani yang bersangkutan di atas materai. Selain kedua caleg terpilih, PDIP juga menyerahkan surat pengunduran diri satu caleg lain atas nama Anton Sugiyanto dari Dapil I. Surat pengunduran diri itu dasarnya aturan Komandan Te yang diterbitkan DPD PDIP Jateng.

Emagazine Solopos

“Boleh saja kader tidak mengakui surat pengunduran diri yang diinstruksikan partai itu,” katanya.

Bagus mempersilahkan bagi caleg yang tidak puas akan keputusan tersebut untuk mengadukan ke partai dan bukan ke KPU. Apalagi melayangkan somasi ke KPU, menurutnya, itu salah alamat.

Peserta pemilu kemarin adalah partai politik dan bukan caleg perseorangan. Bagus mengingatkan bagi seluruh kader PDIP untuk patuh terhadap aturan partai. Apabila pengurus atau ader partai yang tidak tunduk pada AD/ART serta aturan partai yang sudah diterapkan, itu masuk kategori indisipliner partai.

Interaktif Solopos

“Kader partai itu harus mantap ideologi, mantap organisasi, mantap program, mantap kader dan mantap SDM,” kata Bagus.

Bagus menegaskan selama DPP tidak mencabut Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2023 atau mengeluarkan surat baru yang berisikan terkait pencabutan aturan itu maka pihaknya tetap melanjutkan aturan komandan te. “Kami hanya petugas partai yang tunduk pada aturan partai yang lebih tinggi. Kami akan samina waatokna,” katanya.

Ketua KPU Karanganyar Daryono mengatakan telah melakukan klarifikasi ke partai politik terkait pengunduran caleg. KPU menerima empat surat pengunduran diri caleg, tiga caleg dari PDIP dan satu caleg dari PKB.



“Hari ini kami melakukan klarifikasi ke kedua partai. Pagi hari klarifikasi ke PKB dan siang ke PDIP,” kata dia.

Daryono mengatakan ada beberapa hal yang menjadi bahan klarifikasi KPU. Di antaranya klarifikasi surat pengunduran diri, apakah betul mengundurkan diri dan tanda tangan keabsahan. Terkait alasan pengunduran diri, KPU tidak mempertanyakannya.

“Hasil klarifikasi akan kami plenokan. Jika disepakati maka kami akan melakukan perubahan SK caleg terpilih,” katanya.

Daryono menjelaskan berdasarkan PKPU No 6 Tahun 2024, dalam pasal 48 disebutkan bahwa dimungkinkan dilakukan pergantian caleg terpilih karena meninggal dunia, mengundurkan diri dan tidak memenuhi persyaratan. Selain berpedoman kepada PKPU No 6 Tahun 2024, KPU juga mengacu kepada Surat Dinas KPU Pusat No 663. Dalam Surat Dinas tersebut dijelaskan, jika ada partai politik yang mengajukan pengunduran diri, KPU akan melakukan klarifikasi kepada partai politik terkait dengan surat yang disampaikan.

“Baik dalam PKPU maupun Surat Dinas, tidak disebutkan alasan pengunduran diri. Poinnya adalah partai politik mengajukan pengunduran diri dilengkapi dengan dokumen pendukungnya. Dan kita akan melakukan klarifikasi kepada partai politik,” jelas Daryono.

Dikatakan Daryono, KPU tidak melakukan klarifikasi kepada caleg, karena dalam Surat Dinas KPU tidak menyebut klarifikasi dilakukan kepada caleg.

“Kami hanya melakukan klarifikasi kepada partai politik sebagai peserta Pemilu,” ujarnya.

Daryono menambahkan hasil klarifikasi terhadap surat pengunduran diri yang diajukan oleh partai politik, akan dicantumkan dalam berita acara serta membuat surat keputusan caleg terpilih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.

18.726 Peserta Ikuti UTBK-SNBT di UGM, Tes Berlokasi di 14 Titik-Dibagi 2 Sesi

18.726 Peserta Ikuti UTBK-SNBT di UGM, Tes Berlokasi di 14 Titik-Dibagi 2 Sesi
author
Abdul Jalil Jumat, 3 Mei 2024 - 20:24 WIB
share
SOLOPOS.COM - Sejumlah peserta melaksanakan ujian UTBK-SNBT di FEB UGM pada Jumat (3/5/2024). (Harian Jogja/Catur Dwi Janati)

Solopos.com, SLEMAN – Sebanyak 18.726 peserta mengikuti Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Nasional Berbasis Tes (UTBK-SNBT) di Universitas Gadjah Mada (UGM). Pihak UGM menyiapkan 14 lokasi ujian untuk menampung seluruh peserta yang hadir.

Wakil Rektor Pendidikan dan Pengajaran UGM, Prof. Wening Udasmoro, mengatakan UTBK-SNBT di UGM digelar selama sepekan dari 30 April hingga 7 Mei 2024. Tes seleksi untuk masuk perguruan tinggi ini diselenggarakan setiap hari dan dibagi dua sesi.

Promosi BRI Kembali Gelar Program Pemberdayaan Desa Melalui Program Desa BRILiaN 2024

Untuk sesi pertama akan dimulai pukul 06.45 WIB hingga pukul 11.00 WIB. Sedangkan sesi kedua dimulai pukul 13.00 WIB dan berakhir pukul 15.00 WIB.

“Setiap hari dua sesi kecuali yang hari Jumat, hanya ada satu sesi pagi,” kata dia di Fakultas Ekonomia dan Bisnis UGM, Jumat (3/5/2024).

Koran Solopos

Wening menuturkan total ada 18.726 peserta yang melaksanakan UTBK-SNBT di UGM. Dalam sekali waktu, UGM mampu menampung sebanyak 1.455 peserta ujian yang terbagi di 14 lokasi ujian yang telah disiapkan.

Adapun 14 lokasi ujian tersebut tersebar di Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Fakultas Farmasi, Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Kedokteran Gig, Fakultas Psikologi, Fakultas Teknik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Gedung Perpustakaan Pusat, Gedung Magister Manajemen FEB UGM dan Sekolah vokasi.

Sementara lokasi untuk peserta yang berkebutuhan khusus, disiapkan di salah satu ruang di Gedung Pascasarjana Tahir  FKKMK UGM dan Gedung Pembelajaran FEB UGM. Kampus akan melakukan verifikasi kepada peserta berkebutuhan khusus agar bisa menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.

Emagazine Solopos

Selama tiga hari pelaksanaan ujian, kata Wening, belum ditemukan kasus joki atau tindak kecurangan. Sementara untuk data peserta yang terlambat, terdapat satu peserta yang terlambat lebih dari 30 menit sehingga gagal mengikuti ujian. Sedangkan peserta yang tidak hadir ada sekitar delapan orang.

“Total yang tidak hadir ada 8 orang. Kadang peserta yang tidak hadir ini sudah diterima kuliah baik di UGM maupun kampus lain,” kata Wening.

Pada tahun ini, UGM akan menerima sebanyak 10.372 mahasiswa baru terdiri dari kuota jalur reguler sebanyak 9.362 orang dan kuota IUP 1.010 orang mahasiswa. Berdasarkan komposisi prosentase mahasiswa baru berdasarkan jalur masuk, UGM menerima sekitar 30% atau 2.821 mahasiswa dari jalur SNBP.

Interaktif Solopos

“Selanjutnya untuk jalur SNBT sebesar 30 persen atau 2.824 dan jalur UM UGM sebanyak 40 persen atau 3.720,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Pendidikan dan Pengajaran, Prof. Gandes Retno, menambahkan ada beberapa peserta ujian yang semula mendaftar sebagai peserta difabel. Namun setelah diverifikasi beberapa di antaranya ternyata salah melakukan klik pada saat pendaftaran.

“Ada yang netra ada yang daksa. Jumlahnya itu kemarin memang ada beberapa yang klik tetapi sebenarnya tidak difabel, tapi kami verifikasi. Ada 20 yang misalnya tuna daksa tetapi ternyata sebenarnya 17 tidak, hanya kliknya yang salah. Kita verifikasi supaya kita optimal membantu,” tegasnya.



Berita ini telah tayang di Harianjogja.com dengan judul 18.726 Peserta Bakal Jalani UTBK-SNBT di UGM, 14 Lokasi Ujian Disiapkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Memuat Berita lainnya ....
Solopos Stories