SOLOPOS.COM - Ilustrasi anak korban pelecehan seksual. (Freepik.com).

Solopos.com, JAKARTA–Terpidana kasus kekerasan seksual terhadap anak (sodomi) dengan korban mencapai 120 anak di Sukabumi, Jawa Barat, Andri Sobari alias Emon, mengaku ingin menjadi kiai dan penyanyi dangdut setelah bebas.

Informasi bebasnya Emon sejak Februari 2023 lalu setelah menjalani hukuman di Lapas Kelas I Cirebon membuat heboh.

Promosi BRI Dipercaya Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2024

Bahkan, pakar psikologi forensik Reza Indragiri sampai mengimbau masyarakat waspada. Sebab, predator seks yang memangsa anak-anak, seperti Emon, berpotensi mengulangi perbuatan.

Sebagai informasi, Emon divonis dengan pidana 17 tahun penjara oleh majelis hakim majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sukabumi pada Selasa (16/12/2014) lalu.

Dia terbuksi bersalah melecehkan dan menyodomi puluhan anak pada 2014. Kendati demikian, jumlah korban Emon diyakini mencapai 120 anak. Selain itu, Emon dihukum denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.

Reza yang juga anggota Pusat Kajian Asesmen Pemasyarakatan Politeknis Imigrasi (Poltekip) itu pernah mengunjungi Emon di Polres Sukabumi beberapa tahun silam.

Dia ingat ucapan Emon yang ingin menjadi kiai dan penyanyi dangdut setelah bebas dari penjara.

“Dia bilang kepada saya saat saya mengunjunginya di Polres Sukabumi. ‘Nanti saya mau jadi dua, kiai dan penyanyi dangdut,” ucap Reza menirukan ucapan Emon dikutip dari Antara.

Dia menyebut masyarakat perlu waspada terhadap predator anak yang baru bebas. Sebab, pelaku kejahatan seksual terhadap anak seperti Emon berpotensi mengulangi perbuatan.

“Waspadalah. Dalam waktu lima tahun [setelah bebas], sekitar 10-15% predator mengulangi perbuatannya lagi. Setelah 10 tahun [setelah bebas], sekitar 20% menjadi residivis. Setelah 20 tahun [setelah bebas], sekitar 30%-40% memangsa korban lagi,” kata Reza dikutip dari Antara, Kamis (23/3/2023).

Reza mengambil contoh kasus Andri Sobari alias Emon yang bebas dari penjara atas kasus sodomi 120 anak di Sukabumi, Jawa Barat.

Menurut dia, Emon tergolong sebagai pelaku yang cerdas. Dalam melakukan aksinya, Emon memiliki catatan rinci nama korban, tanggal, dan lokasi kejadian.

Dengan kecerdasannya itu tidak mudah untuk dipastikan apakah perubahan perilaku selama di lembaga pemasyarakatan (LP) merupakan hasil positif pembinaan atau semata kamuflase agar dinilai baik.

“Angka tentang residivis [kejahatan seksual terhadap anak] di atas menunjukkan betapa kemujaraban program rehabilitasi kian menurun seiring perjalanan waktu,” ujar Reza.

Sebagai informasi, Emon sang predator anak yang beraksi pada 2014 itu tidak bebas murni. Dia diwajibkan lapor secara berkala ke kejaksaan dan kantor polisi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya