SOLOPOS.COM - Ilustrasi

BEIJING--China bereaksi keras dan mengutuk hasil survei tahunan Deplu Amerika Serikat (AS) yang menuding adanya pelanggaran HAM di negeri mereka sebagai fitnah. Dikatakan, hanya rakyat China yang berhak menilai pencapaian negara di bidang tersebut.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hong Lei, Jumat (25/5/2012), terang-terangan mengutuk AS atas penilain yang telah mereka buat. “Laporan tahunan Deplu AS memfitnah negara lain. Isi yang tentang China telah mengabaikan fakta-fakta dan hanya berisi prasangka yang membingungkan,” ujarnya.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Sejak reformasi ekonomi diluncurkan lebih dari tiga dekade lalu, ujar Hong, prestasi HAM China sudah jelas bagi seluruh dunia untuk melihatnya. “Rakyat China yang palin berhak berbicara mengenai situasi HAM China. Terkait HAM, tak ada yang terbaik. Hanya ada melakukan dengan lebih baik,” paparnya lebih lanjut.

Masalah penegakan hak asasi manusia (HAM) telah lama menjadi sumber perselisihan antara China dan AS. Hal ini terutama sejak 1989 saat AS dan negara Barat lainnya memberlakukan sejumlah sanksi terhadap China setelah tindakan keras terhadap demonstran prodemokrasi.

China menolak segala kritik mengenai catatan HAM mereka dengan mengatakan, ketersediaan pangan, sandang, papan dan pertumbuhan ekonomi jauh lebih relevan bagi negara berkembang seperti mereka. Langkah-langkah itu dipandang lebih penting dan menunjukkan keberhasilan dalam upaya mengangkat jutaan orang dari kemiskinan.

Hong mengatakan,s etiap negara bisa saling tukar pandangan dan pelajaran mengenai HAM melalui dialog dan pijakan yang sama. “Seharusnya hal itu tidak digunakan sebagai alat untuk mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Kami harap AS akan benar-benar melihat dengan upaya keras ke diri mereka sendiri dan mengakhiri cara-cara pandang yang keliru.”

Dalam laporan tahunannya, Deplu AS mengatakan, Pemerintah China telah meningkatkan upaya pembungkaman aktivis dan pengacara HAM. Hal itu dilakukan dengan adanya legalisasi tindakan hukuman termasuk penghilangan paksa serta pemberlakuan tahanan rumah, salah satunya mencontohkan kasus yang dialami pengacara tuna netra Chen Guangcheng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya